Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Ilustrasi. Foto: Medcom.id

RPP Pengamanan Zat Adiktif Tembakau Ramai-ramai Ditolak, Ini Alasannya

Husen Miftahudin • 22 September 2023 17:25
Jakarta: Pemerintah tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang menjadi mandat dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Salah satu bagian RPP yang sedang disusun adalah pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau sebagaimana mandat Pasal 152 UU 17/2023 tentang Kesehatan.
 
Dalam dokumen draf RPP yang beredar di publik, produk tembakau diatur dalam beberapa pasal, antara lain mengatur larangan iklan, display produk dan larangan penjualan eceran/batang.
 
Merespons hal itu, Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) sebagai wadah konfederasi industri hasil tembakau jenis produk khas kretek, yang beranggotakan pabrikan golongan I (besar), golongan II (menengah), dan golongan III (kecil), menolak draf RPP terkait pengamanan zat adiktif produk tembakau yang saat ini beredar.

"Pengaturan tentang produk tembakau sebagaimana dalam draf RPP cenderung restriktif. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya pasal pelarangan, bukan pengendalian," tegas Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan dalam keterangan tertulis, Jumat, 22 September 2023.
 
Henry Najoan bilang Mahkamah Konstitusi (MK) tercatat enam kali memutuskan produk tembakau adalah produk legal yang dibuktikan dengan dikenakan cukai. "Karena produk legal, seharusnya pengaturannya pun disesuaikan dengan produk legal lainnya," tutur dia.
 
Ia mengkhawatirkan apabila kebijakan yang terlalu ketat terhadap kelangsungan IHT akan dapat mematikan ekosistem pertembakauan. "Ada enam juta orang yang bergantung pada IHT baik on farm maupun off farm mau dikemanakan mereka semua?" ketus Henry Najoan.
 
Baca juga: Turunan UU Kesehatan Dikhawatirkan Bikin Tembakau Seolah Produk Terlarang
 

Punya multiplier effect panjang


Ditegaskan Henry, ekosistem pertembakauan telah terbentuk lama dari hulu hingga hilir serta memiliki multiplier effect yang panjang. IHT juga menjadi tempat bergantung bagi jutaan masyarakat Indonesia mulai petani tembakau, petani cengkeh, pekerja pabrik, peritel, pekerja periklanan, pekerja logistik dan transportasi, hingga usaha-usaha pendukung lainnya yang tumbuh dari bisnis pertembakauan.
 
"Kalau ekosistem tembakau dimatikan, apakah sudah siap dengan konsekuensinya?" tukas Henry.
 
Merujuk kajian GAPPRI, peraturan yang dibuat pemerintah saat ini sudah cukup memberatkan. Akibatnya, pabrik rokok jumlahnya turun dari 4.669 unit usaha di 2007 menjadi 1.100 di 2022.
 
"Produksi juga terus menurun dimana di tahun 2013 sebesar 346 miliar batang menjadi 324 miliar batang pada 2022," kata dia.
 
Kajian GAPPRI juga menyebutkan turunnya kontribusi IHT terhadap PDB. Pada 2018 sebesar 5,05 persen menjadi 4,18 persen di 2022. IHT telah berkontribusi terhadap penerimaan negara cukup besar antara lain dari pendapatan cukai yang pada 2022 sebesar Rp218,6 triliun.  
 
"Karena itu, Perkumpulan GAPPRI berharap pengaturan terhadap IHT sebagaimana dalam dokumen draf RPP harus mencerminkan diantaranya asas kemanusiaan, kebangsaan, kenusantaraan, keadilan yang memberikan kepastian usaha bagi IHT kretek nasional," tutup Henry.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan