Ilustrasi. Foto: MI/Panca Syurkani.
Ilustrasi. Foto: MI/Panca Syurkani.

Eksistensi Ekosistem Pertembakauan Nasional Dinilai Perlu Dijaga

Eko Nordiansyah • 21 Juni 2023 22:02
Jakarta: Polemik terkait ketentuan tembakau dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU Kesehatan) perlu mendapatkan perhatian. Hal ini mengingat multiplier effect ekosistem pertembakauan yang berkontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia.
 
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, pengaturan produk hasil tembakau selama ini dioptimalkan dengan mengembalikan fungsi cukai yaitu pengendalian dengan mekanisme fiskal. 
 
“Penerimaan negara cukup besar berasal dari kontribusi CHT (Cukai Hasil Tembakau). Sekitar 10 sampai 13 persen dari porsi APBN selama lima tahun terakhir dari satu industri,” kata dia dalam Silaturahmi Ekosistem Pertembakauan di Jakarta, dilansir Rabu, 21 Juni 2023.

Sejalan dengan kondisi tersebut, Nirwala menegaskan, bahwa yang perlu dilakukan adalah evaluasi implementasi jika memang dibutuhkan. “Bukan mengubah atau membuat regulasi baru,” tegasnya.
 
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Edy Sutopo menegaskan perlunya menjaga eksistensi ekosistem pertembakauan. Industri Hasil Tembakau (IHT) menjadi motor penggerak ekonomi nasional mulai dari hulu ke hilir. 
 
“Dalam dinamika perekonomian nasional, Industri Hasil Tembakau menjadi penopang atau bantalan ekonomi. Kita harus menyikapi dengan bijaksana regulasi-regulasi yang ada,” sarannya.
 
Baca juga: Serikat Pekerja Rokok Minta DPR Dengar Aspirasi Pasal Tembakau di RUU Kesehatan

 
Hal tersebut berkaitan dengan polemik atas pasal tembakau dalam RUU Kesehatan, yakni mulai dari Pasal 154 sampai 158 yang mengatur penyetaraan tembakau dengan alkohol, narkotika, dan psikotropika. Serta potensi tumpang tindih kewenangan kementerian berkaitan dengan standarisasi kemasan produk. 
 
Padahal, dalam naskah akademik RUU Kesehatan dimaksud, tidak ada kajian dan analisis yang bisa memperkuat argumen pasal tersebut. Selain itu, adanya rencana ketentuan tembakau di RUU Kesehatan tanpa mengkaji berbagai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pertembakauan. 
 
Selama ini, MK telah mengeluarkan 11 putusan terkait ekosistem pertembakauan baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung. Enam putusan di antaranya adalah putusan langsung yang menyebutkan bahwa ekosistem pertembakauan adalah entitas yang legal atau konstitusional. 
 
Sementara itu, Anggota Dewan Periklanan Indonesia, Hery Margono, mengatakan sejak beberapa tahun terakhir, ada dorongan bahwa iklan rokok tidak diperbolehkan sama sekali. Padahal dalam praktiknya, iklan rokok sudah sangat taat pada peraturan yang ketat.
 
“Iklan rokok adalah sarana komunikasi. Adanya ketentuan larangan total iklan rokok hingga menyetarakan tembakau dengan narkotika ini menunjukkan adanya kesalahan hukum baik secara substansi maupun fundamental,” ujar Hery.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan