Ilustrasi. Foto: MI/Panca Syurkani.
Ilustrasi. Foto: MI/Panca Syurkani.

Cukai Rokok 2025 Tidak Naik, Langkah Pemerintah Diapresiasi

Eko Nordiansyah • 27 September 2024 19:39
Jakarta: Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2025 dinilai dapat memberikan napas bagi industri hasil tembakau. Kebijakan ini disambut baik oleh industri, yang saat ini tengah mengalami berbagai tantangan berat, mulai dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
 
“Mengenai kebijakan CHT 2025 bahwa sampai dengan penutupan pembahasan RUU APBN 2025 yang minggu lalu sudah ditetapkan DPR, posisi pemerintah untuk kebijakan penyesuaian CHT 2025 belum akan dilaksanakan,” kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani dilansir Jumat, 27 September 2024.
 
Askolani juga menyampaikan bahwa kebijakan tarif CHT 2025 akan berfokus pada penanganan fenomena peralihan konsumsi rokok ke jenis yang lebih murah (downtrading). Meski tidak ada penyesuaian CHT, pemerintah berencana mengeluarkan alternatif lainnya dengan menyesuaikan Harga Jual Eceran (HJE) di tingkat industri. 

Meskipun kebijakan cukai memberikan nafas segar, namun masih banyak tantangan serius yang dihadapi industri tembakau, salah satunya terkait dengan rencana implementasi kemasan rokok polos tanpa merek. Askolani turut menyoroti potensi risiko yang muncul dari kebijakan ini terhadap efektivitas pengawasan. 
 
"Sebab kita jadi tidak bisa membedakan antara jenis rokok, yang kemudian itu menentukan golongan, dan juga bisa menjadi basis kita untuk pengawasan," jelasnya.
 
Kemenkeu juga telah menyampaikan masukan terkait kemasan rokok polos tanpa merek kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memastikan bahwa kebijakan kesehatan yang diusulkan tetap mempertimbangkan aspek pengawasan dan pengendalian rokok ilegal.
 
Baca juga: Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Ancam Target Pertumbuhan Ekonomi, Kok Bisa?
 

Dampak perekonomian

Terpisah, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad mengungkapkan bahwa pasal–pasal dalam PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes terkait kemasan polos tanpa merek membawa risiko signifikan terhadap perekonomian. Penelitian Indef mengidentifikasi tiga skenario dampak ekonomi yang harus dipertimbangkan.
 
Skenario pertama menyebutkan bahwa aturan kemasan polos tanpa merek dapat mendorong fenomena downtrading hingga switching dari rokok legal ke ilegal, yang dapat mengurangi permintaan produk legal hingga 42,09 persen. Penurunan ini bisa menyebabkan kehilangan dampak ekonomi sebesar Rp182,2 triliun, dan penerimaan perpajakan turun hingga Rp95,6 triliun.
 
Skenario kedua melibatkan larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, yang diperkirakan dapat mengurangi penjualan ritel rokok hingga 33,08 persen. Potensi dampak ekonomi yang hilang mencapai Rp84 triliun, dengan penerimaan perpajakan yang terdampak sebesar Rp43,5 triliun. 
 
Sementara itu, skenario ketiga mengenai pembatasan iklan rokok di luar ruang serta di media TV dan daring dapat mengurangi permintaan jasa periklanan hingga 15 persen, dengan dampak ekonomi yang hilang sebesar Rp41,8 triliun dan penerimaan perpajakan yang turun Rp21,5 triliun.
 
"Kebijakan ini harus melibatkan setiap pemangku kepentingan, baik itu kementerian, lembaga, maupun pelaku usaha. Kami merekomendasikan pemerintah untuk melakukan revisi PP 28/2024 dan membatalkan Rancangan Permenkes, khususnya pada pasal-pasal yang akan memberikan dampak terhadap penerimaan dan perekonomian negara," ungkap dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan