Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, PP 28/2024 maupun RPMK dapat memberikan efek negatif berganda. Bahkan tiga kali lipat jika melihat target penerimaan cukai yang masih belum tercapai selama tiga tahun terakhir.
“Secara agregat ini menjadi catatan kritis ketika Oktober nanti dan tahun depan sudah berganti pemerintahan baru yang sangat membutuhkan support anggaran. Ini akan jadi pertanyaan karena saya kira ini dapat menjadi isu yang kuat. Jika Permenkes diberlakukan, maka akan terjadi hal yang dikhawatirkan bukan hanya pada penerimaan, tapi juga pada pekerja, industri, dan lainnya,” tegasnya dilansir Selasa, 24 September 2024
Tauhid menekankan pemerintah baru, terutama Menteri Keuangan, akan mengalami tantangan akibat adanya aturan kemasan rokok polos tanpa merek dari pemerintahan saat ini. Aturan tersebut dianggap kian mengkhawatirkan penerimaan negara yang semakin sulit diperoleh.
Baca juga: Ramai Gelombang PHK, Serikat Buruh Minta Rencana Kemasan Rokok Polos Disetop |
Berdasarkan hasil studi dampak dari penerapan PP 28/2024 dan RPMK tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektrik yang dilakukan Indef melalui tiga skenario kebijakan terkait industri rokok, yaitu rencana kemasan rokok polos tanpa merek, larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta pembatas iklan rokok luar ruang dalam radius 500 meter dan pembatasan iklan TV dan online, menyimpulkan bahwa aturan-aturan tersebut berpotensi menghilangkan dampak ekonomi sebesar Rp308 triliun atau setara dengan 1,5 persen dari PDB.
Selain itu, dampak terhadap penerimaan perpajakan diperkirakan akan kehilangan sebesar Rp160,6 triliun atau setara dengan tujuh persen dari total penerimaan perpajakan nasional. Kebijakan ini juga berpotensi mempengaruhi sekitar 2,3 juta tenaga kerja di sektor industri tembakau dan produk turunannya atau 1,6 persen dari total penduduk bekerja.
Lalu, jika menilik secara lebih mendalam perhitungan dampak dari aturan kemasan rokok polos tanpa merek didapatkan potensi dampak ekonomi yang hilang adalah sebesar Rp182,2 triliun, sementara penerimaan perpajakan dapat menurun hingga Rp95,6 triliun.
“Karena itu kami merekomendasikan PP 28/2024 ini harus direvisi, termasuk membatalkan RPMK khususnya pasal yang dinilai akan memberikan dampak ke perekonomian negara. Jika tidak, maka ini akan memberatkan situasi yang terjadi,” tuturnya.
Selain itu, Tauhid mendorong agar seluruh kementerian/lembaga terkait seperti Kemenko Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan, dan lainnya agar terlibat dalam pengambilan keputusan bersama dengan mempertimbangkan empat pilar terkait.
“Karena jika tidak mempertimbangkan pilar lain, maka tidak akan lahir kebijakan yang adil,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News