Ilustrasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) - - Foto: Medcom.id
Ilustrasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) - - Foto: Medcom.id

Startup Berguguran, John Riady: Karena Kesalahan Persepsi!

Annisa ayu artanti • 29 Juni 2022 10:31
Jakarta: Memasuki pertengahan tahun ini, berbagai usaha rintisan atau startup mengumumkan kebijakan efisiensi yang berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Hal itu menandakan adanya langkah lebih rasional dari strategi mayoritas startup yang dikenal royal 'bakar duit'.
 
Sadar atau tidak, para pelaku usaha rintisan banyak yang terjebak pada strategi agresif tersebut. Indonesia, berdasarkan catatan Startup Ranking, merupakan rumah bagi 2.219 usaha rintisan. Masing-masing usaha rintisan bersaing agar diterima pasar melalui berbagai layanan digital.
 
Tuntutan itu mempunyai dua konsekuensi strategis, yakni mengupayakan agar layanan bisa diterima secara luas oleh masyarakat, serta keandalan, dan inovasi digital yang berkesinambungan.
 
'Kutukan' ini selalu menghantui perjalanan usaha rintisan yang selalu meminta mahar besar dari para pemodal maupun modal ventura. Sayangnya, persaingan menguasai pasar sekaligus mencari bakat digital itu berhadapan dengan semakin tercekiknya arus modal maupun kelangkaan talent.
 
Sebagai gambaran, Bank Dunia memperkirakan setiap tahun Indonesia membutuhkan sedikitnya 600 ribu orang yang menguasai teknologi digital. Kelangkaan talenta ini pun telah mengerek biaya operasional berbagai perusahaan rintisan.

Terkait kemelut bergugurnya usaha-usaha rintisan, Direktur Eksekutif Lippo Group John Riady mengungkapkan krisis talenta dan persaingan pasar yang menuju tidak sehat itu pun terjadi di tengah memburuknya kondisi perekonomian global.
 
"Kebutuhan modal yang besar dalam pengembangan usaha rintisan harus berhadapan dengan situasi inflasi yang cenderung tinggi, menyebabkan berbagai pihak menahan dana. Terlebih lagi, saat ini terjadi gesekan dari kebijakan The Fed yang menyedot arus kapital global," ungkapnya, dikutip Rabu, 29 Juni 2022.
 
Baca juga: Musim Dingin Startup Indonesia

 
John yang juga praktisi modal ventura di bawah Lippo Group memiliki riwayat panjang dalam mengembangkan berbagai startup. Berbagai usaha rintisan dibidani Venturra Capital, antara lain Ruang Guru, Ovo, Sociolla, bahkan unicorn Grab.
 
Melihat gejala rontoknya berbagai usaha rintisan saat ini, John menilai disebabkan berbagai kesalahan persepsi. Paling mendasar, lanjutnya, adalah persepsi terkait prospek startup di tengah arus digitalisasi yang semakin meluas.
 
Persoalannya, pandemi yang telah memicu berbagai terobosan digital nyatanya tidak menolong momentum startup menjadi lebih besar. "Artinya apa? Di sini, yang akan bertahan tidak sekadar startup, melainkan startup yang siap dengan model bisnis dan prinsip untuk menghadirkan solusi berkesinambungan bagi persoalan masyarakat," jelas John.
 
Persepsi salah kaprah lainnya adalah euforia digitalisasi yang tak beralasan. Euforia ini memicu tren serba digital lebih baik dibandingkan hal berbau konvensional.
 
Melihat kondisi itu, John justru mengatakan digitalisasi tidak akan efektif bila tidak disokong dengan layanan fisik atau konvensional. Lihat saja di Tiongkok, berbagai raksasa bisnis digital sebisa mungkin mengakuisisi berbagai perusahaan konvensional yang memiliki jaringan bisnis secara fisik.
 
Pada akhirnya, John mengungkapkan di tengah bergugurannya berbagai usaha rintisan, justru ini merupakan momentum seleksi alam bagi ekosistem digital.
 
"Yang bertahan adalah yang mempunyai kinerja baik serta prospek yang mampu menjangkau kebutuhan pasar," simpul John.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan