Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Pemerintah Bidik 3 Investasi Pengembangan Pembangkit Listrik Energi Hijau

Insi Nantika Jelita • 07 Oktober 2022 14:37
Jakarta: Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan atau EBT, pemerintah membidik tiga investasi dalam pengembangan pembangkit listrik energi hijau.
 
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan, pertama menyasar pada investasi sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN. Misalnya, menyiapkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 50 megawatt (MW) atau Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) 70 MW.
 
"Kita punya kebijakan yang jelas dalam pengaturan harga (pembangkit EBT). Dalam jangka pendek misalnya, 8-9 tahun ke depan, kita melihat dari angka-angka RUPTL," ujarnya dalam Sosialisasi Perpres 112/2022 secara virtual, Jumat, 7 Oktober 2022.

Investasi berikut menyasar pada industri pendukung EBT. Dadan berujar dengan semakin lengkapnya regulasi untuk pengembangan EBT, industri pendukung bisa melakukan investasi dan ujungnya meningkatkan Tingkat Kemampuan Dalam Negeri (TKDN).
 
"Berikutnya, dengan tersedianya listrik yang semakin hijau, akan mendorong investasi pada green industry atau industri hijau yang harus memanfaatkan energi yang sifatnya terbarukan atau bersih," jelas Dadan.
 
Baca juga: Masa Depan Industri Pertambangan Menjanjikan

 
Ia mengatakan lewat perpres tersebut, diharapkan mampu menumbuhkan investasi dari sisi pembangkit listrik EBT, hingga dari sisi hilir atau pendukung industri EBT.
 
Pemerintah juga menegaskan tidak ada lagi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara yang baru, kecuali yang sudah terkontrak atau yang telah ditetapkan dalam RUPTL PLN.
 
Dalam keterangan resmi Kementerian ESDM disebutkan, penentuan tarif berdasarkan Perpres EBT ditentukan berdasar pada nilai keekonomian per jenis pembangkit yang dibuat dengan sistem staging.
 
Staging yang dimaksud ialah tarif yang berlaku akan berubah dalam beberapa tahapan. Pengusahaan pembangkit di 10 tahun pertama akan mendapatkan harga lebih tinggi dari harga rata-rata, setelah pengembalian investasi yang dipakai untuk membangun fasilitas/pembangkit terpenuhi atau dengan istilah balik modal (umumnya 10 tahun).
 
Tahap berikutnya tarif tersebut turun karena sudah tidak ada keperluan untuk mengembalikan investasi, sehingga pemerintah bakal mendapatkan harga lebih rendah, dengan tetap memberikan porsi yang wajar bagi pengembang pembangkit di atas 10 tahun.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan