Ilustrasi. Foto: dok MI.
Ilustrasi. Foto: dok MI.

Kenapa Harga Daging Sapi Naik Mulu Pas Puasa? Ini Penjelasannya

Husen Miftahudin, M Ilham Ramadhan • 28 Maret 2023 13:41
Jakarta: Harga daging sapi kembali mengalami kenaikan saat Bulan Puasa. Ini terungkap dari laporan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional yang diperbarui pada Selasa, 28 Maret 2023.
 
Pada laman Harga Pangan tersebut, daging sapi kualitas 1 di pasar tradisional secara nasional rata-rata dijual dengan harga Rp133.950 per kg, naik 0,11 persen atau Rp150. Sedangkan harga daging sapi kualitas 2 sebesar Rp125.450 per kg, naik 0,08 persen atau Rp100.
 
Board Members Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Risti Permani mengatakan, harga daging sapi yang kembali tinggi memunculkan urgensi untuk membenahi rantai distribusi dan logistik dari komoditas pangan tersebut.

Proses itu menimbulkan biaya tambahan yang tidak sedikit dan pada akhirnya memengaruhi harga jual. Dia menilai, rantai distribusi daging sapi yang panjang menimbulkan biaya tambahan yang cukup tinggi.
 
"Sehingga kenaikan di harga logistik dan transportasi akan berdampak signifikan pada kenaikan harga modal produksi daging sapi di tingkat produsen. Belum lagi adanya kebijakan eksternal yang turut berdampak, seperti kenaikan harga bahan bakar minyak," jelas Risti dikutip dari siaran pers, Selasa, 28 Maret 2023.


Proses yang panjang


Walaupun harga sapi bakalan (sapi potong) dari Australia mulai stabil di awal 2023 karena persediaan sapi di bagian utara Australia dan iklim yang mendukung, model bisnis saat ini membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tinggi hingga daging sapi mencapai konsumen akhir.
 
Pasalnya, importir yang mendatangkan sapi bakalan harus melakukan penggemukkan sapi-sapi itu di feedlots dan dipotong di Indonesia. Setelah melalui proses penggemukan dan pemotongan hewan, proses selanjutnya adalah menjual daging sapi yang dihasilkan ke pedagang grosir berskala besar di pasar atau melalui tengkulak yang membantu Rumah Potong Hewan (RPH) untuk mendapatkan pembeli.
 
Proses itu dilanjutkan dengan menjual daging sapi ke pedagang grosir berskala kecil. Mereka lah yang menjual daging sapi ke pedagang eceran di pasar tradisional atau supermarket, sebelum akhirnya sampai di tangan konsumen. Proses panjang itu menurut Risti menimbulkan biaya tambahan yang tidak sedikit.
 
Langkah pemerintah untuk mengimpor daging dari negara selain Australia, termasuk daging sapi dari Brazil dan daging kerbau dari India, juga dianggap masih belum bisa sepenuhnya menstabilkan harga pasar.
 
"Secara umum, pandemi memunculkan penambahan biaya transportasi dan juga penyimpanan. Ditambah dengan kenaikan harga bahan bakar minyak yang membuat ongkos transportasi antardaerah menjadi semakin tinggi," terang Risti.


Diperparah pandemi


Pandemi covid-19 diakui menimbulkan disrupsi pada sektor pertanian di seluruh dunia. Implementasi berbagai kebijakan pembatasan sosial mempengaruhi kinerja sektor pertanian. Penurunan kapasitas produksi dan pengolahan menyebabkan suplai berkurang.
 
Misal, kenaikan harga daging sapi yang terjadi di 2021, salah satunya, disebabkan oleh harga sapi dari Australia juga sudah menanjak sejak akhir 2020, karena peternak Australia berusaha membangun kembali peternakannya (herd rebuilding) setelah terdampak kekeringan di 2019 ditambah dengan tingginya biaya distribusi akibat penurunan kapasitas logistik selama pandemi covid-19.
 
Baca juga: Harga Daging Sapi Segar Makin Mahal, Bisa Tembus Rp200 Ribu/Kg?


Naik harga lumrah, yang penting pasokan tersedia


Risti menambahkan, fluktuasi harga pangan tentunya merupakan hal yang biasa karena perdagangan pangan tidak lepas dari dinamika pasar berdasarkan produksi, distribusi, dan permintaan. Menjelang Ramadan dan Idulfitri, jumlah permintaan biasanya akan meningkat dan hal ini perlu diikuti dengan kecukupan pasok sebagai bentuk antisipasi.
 
Oleh karena itu, Risti menyebut sangat penting untuk memastikan ketersediaan daging sapi untuk konsumsi domestik cukup untuk sepanjang 2023. Produksi domestik bisa ditingkatkan dengan mengembangkan sistem produksi dan distribusi daging sapi agar dapat mencapai produktivitas yang optimal guna mengantisipasi lonjakan harga di pasar internasional.
 
Salah satunya dengan memodernisasi sektor peternakan Indonesia dan meningkatkan kapasitas peternak lokal. Indonesia juga dapat membuka diri terhadap investasi untuk memajukan sektor peternakan.
 
"Kedepannya, Indonesia dapat memperkuat kerja sama perdagangan dan investasi untuk mendiversifikasi sumber pangan dan memperkuat resiliensi sistem pangan Indonesia dengan terus memastikan faktor-faktor penting seperti keamanan pangan (food safety) dan risiko biosekuriti," pungkas Risti.
 
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan