Direktur eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar mengatakan, wacana pemberian insentif kepada perusahaan swasta lewat tarif listrik PLN yang lebih murah akan menyedot keuangan negara lewat pemberian subsidi.
"Janji tarif lebih murah dari PLN itu berat dijalankan. Kalau pun lebih murah jangan-jangan dengan subsidi dari negara itu justru membebani PLN dan negara," ujar Bisman dilansir Media Indonesia, Kamis, 7 September 2023.
Adapun langkah penutupan PLTU dengan kapasitas kecil merupakan salah satu upaya pemerintah dalam pengendalian polusi udara di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.
Baca juga: Duh, Emisi Batu Bara per Kapita Meningkat |
PLTU sumbang 34% dari total pencemaran udara
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan PLTU menyumbang 34 persen dari total pencemaran udara.Bisman mengatakan dorongan industri untuk meninggalkan penggunaan listrik mandiri atau captive power bukan kali ini saja. Sejak 2020 lalu, pemerintah telah meminta kepada pelaku usaha menggunakan listrik yang disediakan PLN yang memiliki kelebihan pasokan listrik (oversupply) di Jawa-Madura-Bali
"Langkah tersebut harus menjamin tidak merugikan industri dan tidak membebani negara karena ada biaya yang dikeluarkan," kata dia.
"Serta, harus dipastikan juga ini bukan untuk modus menyelamatkan oversupply listrik PLN atas kontrak jangka panjang dengan swasta," tegas dia.
Alih-alih menekan polusi, Bisman menambahkan peralihan penggunaan listrik ke PLN bakal percuma jika sumber pembangkit yang dipakai kebanyakan berasal dari fosil atau batu bara. Pemerintah pun diminta memastikan listrik dari PLN bersumber dari energi terbarukan.
"Jika diganti listrik dari PLN, sedangkan sebagian besar energi primernya juga masih berasal dari batu bara, ya sama saja tetap polusi dan tidak ramah lingkungan," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News