Ilustrasi Medcom.id.
Ilustrasi Medcom.id.

Kebijakan Cukai yang Tepat Bakal Cegah Peredaran Rokok Ilegal, Kok Bisa?

Eko Nordiansyah • 04 November 2024 12:15
Jakarta: Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang terus terjadi setiap tahun terbukti tidak efektif dalam menekan jumlah perokok di Indonesia. Terbukti walaupun cukai rokok mengalami kenaikan yang tinggi, para perokok tidak berhenti merokok, namun malah beralih ke rokok dengan harga yang lebih murah bahkan ke rokok ilegal
 
Pada 2022, Bea Cukai mengamankan 12,43 juta batang rokok ilegal dengan potensi kerugian negara sebesar Rp9,42 miliar. Angka ini meningkat menjadi 13,09 juta batang rokok ilegal dengan potensi kerugian mencapai Rp12,71 miliar pada 2023. Sementara, hingga September 2024, 13,69 juta batang rokok ilegal yang telah diamankan oleh Bea Cukai.
 
Menanggapi hal tersebut, Hasil Kajian Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) menyebutkan bahwa kenaikan tarif cukai rokok yang terlalu tinggi merupakan salah satu pemicu pertumbuhan peredaran rokok ilegal. ada hubungan signifikan antara harga dan permintaan rokok. 

“Hasil analisis tersebut selaras dengan perkembangan industri tembakau, di mana penurunan produksi terjadi paling besar pada golongan I sehingga berdampak juga pada penurunan penerimaan CHT,” ujar Direktur PPKE UB Candra Fajri Ananda dalam keterangan tertulisnya, Senin, 4 November 2024.
 
Ketika harga rokok golongan I naik akibat kenaikan cukai, banyak konsumen yang memilih rokok dari golongan yang lebih murah (downtrading). Hal ini tidak mengurangi konsumsi, namun justru mendorong pergeseran preferensi konsumen. Artinya, kebijakan cukai yang terus naik beberapa tahun terakhir, juga tidak lagi efektif menurunkan konsumsi.
 
“Konsumen cenderung beralih ke rokok ilegal atau produk dengan harga lebih murah (downtrading). Hal ini tidak hanya mengurangi volume produksi rokok legal tetapi juga berpotensi menurunkan penerimaan negara dari CHT,” kata dia.
 
Laporan PPKE UB pada 2023 menunjukkan bahwa lebih dari 40 persen konsumen rokok di Indonesia mengaku pernah membeli rokok tanpa pita cukai. Ia menyebut, temuan ini menunjukkan bahwa kebijakan tarif cukai selama ini telah memperburuk situasi karena dapat memperparah peredaran rokok ilegal dan menimbulkan kerugian bagi negara.
 
Baca juga: Ekonomi Sulit, Tidak Naiknya Cukai Rokok 2025 Jadi Angin Segar bagi Industri
 

Rokok ilegal marak

Pendapat serupa diutarakan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Novat Pugo Sambodo. Menurutnya, kebijakan kenaikan cukai rokok yang tinggi beberapa tahun belakangan justru mendorong downtrading di kalangan konsumen, di mana mereka beralih ke produk rokok yang lebih murah, termasuk rokok ilegal. 
 
“Kebanyakan produk yang dikonsumsi masyarakat bawah pada rokok bersifat inelastis. Tidak mengapa turun kualitas, yang terpenting tetap merokok,” ujarnya.
 
Novat menilai bahwa keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif CHT serta melakukan penyesuaian Harga Jual Eceran (HJE) pada 2025 merupakan langkah yang tepat. Menurutnya, fenomena downtrading ini terlihat dari penurunan produksi sebesar 14 persen sedangkan rokok golongan II dan II mengalami peningkatan produksi masing-masing sebesar 11,6 persen dan 28,2 persen. 
 
“Keputusan untuk tidak menaikkan CHT dan melakukan penyesuaian HJE di tahun 2025 merupakan upaya pemerintah untuk meminimalisir atau mengurangi tren downtrading dan menjaga stabilitas harga, sehingga diharapkan dapat menahan laju perpindahan konsumen ke rokok dengan harga yang lebih rendah,” imbuhnya.
 
Novat memperingatkan, kenaikan tarif CHT yang terlalu tinggi juga dapat menimbulkan masalah baru. Ia menjelaskan bahwa semakin banyaknya rokok ilegal akan mengakibatkan penerimaan cukai yang tidak mencapai target. Padahal penerimaan cukai seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik lainnya.
 
“Kondisi ini pada titik tertentu akan mengakibatkan kebanyakan konsumen dengan karakteristik tersebut justru mencari cara agar tetap merokok walau ilegal. Ini malah membuat transaksinya tidak tercatat dan tidak bisa kita monitor. Dan juga penerimaan cukai kita bahkan malah berkurang,” ujarnya.
 
Selain itu, Novat menyoroti pentingnya regulasi yang dapat memberikan kepastian bagi industri tembakau dalam jangka panjang. Menurutnya, pemerintah sebaiknya segera menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang baru untuk memberikan kepastian usaha sehingga industri hasil tembakau bisa berinvestasi dan menjaga daya saing.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan