Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, kenaikan harga gas itu dipicu oleh beberapa hal. Pertama, kenaikan harga gas di hulu atau sumur gas. Hal ini menjadi faktor dominan karena memiliki porsi hingga 75 persen dalam pembentukan harga jual gas.
"Dalam komponen pembentukan harga gas, terbesar itu hulu, itu mencapai 70 persen, kemudian sisanya transporter dan distribusi," kata Komaidi dikutip Kamis, 17 Agustus 2023.
Komaidi membeberkan penyebab naiknya harga gas di sisi hulu lantaran letak sumuar gas yang semakin sulit dijangkau sehingga membuat biaya operasi meningkat. Harga gas yang semakin tinggi di hulu akan berimbas pada konsumen akhir.
Baca juga: Jokowi Minta Evaluasi Harga Gas Agar Lebih Kompetitif |
"Lapangan gasnya semakin terpencil dan biaya operasi semakin tinggi otomatis dilakukan penyesuaian harga, sehingga badan usaha terpaksa melakukan penyesuaian juga," jelas dia.
Sementara faktor lainnya adalah kinerja sumur gas yang terus menurun namun biaya operasi tetap. "Misal Mahakam tingkat produksinya turun, tapi biaya operasionalnya tetap maka itu untuk menutupinya dilakukan kenaikan harga," ucap dia.
Lalu faktor ketiga pemicu kenaikan harga gas, yaitu adanya campuran LNG dengan gas pipa, namun dampak tersebut tidak signifikan berpengaruh pada kenaikan harga gas.
"Untuk saat ini faktor terbesarnya hulu ya, karena LNG di campur gas bumi itu belum banyak. Kalau sekarang harga gas di hulu itu rata-rata antara USD6-USD10 per MMBTU," tutur dia.
WK migas jadi penentu harga gas
Sebelumnya, Tenaga Ahli Kepala SKK Migas, Luky A Yusgiantoro menyatakan, keekonomian dan bagi hasil dari suatu lapangan wilayah kerja (WK) migas menjadi salah satu faktor perhitungan pembentukan harga gas di hulu, ditambah biaya pengembangan dan biaya produksinya."Kemudian mereka akan mengajukan usulan harga gas ke pemerintah yang disetujui oleh Menteri ESDM. Jadi Menteri ESDM yang menyetujui harga gas," kata Luky.
Menurutnya harga jual gas dari sumur ke konsumen akan disepakati dalam Perjanjian Jual Beli Gas atau PJBG, namun besaran harga bisa berubah tergantung pemerintah.
"Namanya kontrak, tidak boleh ganti-ganti kecuali ada intervensi pemerintah," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News