Ilustrasi tembakau. Foto: Dok istimewa
Ilustrasi tembakau. Foto: Dok istimewa

Pemerintah Baru Prabowo-Gibran Diyakini Punya Keberpihakan Terhadap Sektor Tembakau

Eko Nordiansyah • 03 Oktober 2024 23:05
Jakarta: Ahli hukum dari Universitas Trisakti Ali Ridho menilai Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan perlu dikaji ulang. Hal ini dilakukan guna memastikan keberlangsungan sektor tembakau di pemerintahan baru Prabowo-Gibran.
 
Ali menyoroti latar belakang Presiden baru terpilih yaitu Prabowo Subianto. Pasalnya Prabowo yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) periode tahun 2004-2009 dinilai mempunyai self-belonging yang cukup besar terhadap petani tembakau.
 
“Pemerintah baru sudah membuat prioritas, maka produk hukum yang akan menghambat program-programnya itu kemungkinan akan dibatalkan atau dibahas ulang,” kata dia di Jakarta, Kamis, 3 Oktober 2024.

Ali juga menyinggung kajian dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) yang menyimpulkan PP 28/2024 berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak. Jika aturan terkait industri rokok ini diterapkan, maka dampak ekonomi yang hilang mencapai Rp308 triliun dan penerimaan pajak dapat menurun hingga Rp160,6 triliun.
 
“Setiap Presiden punya kepentingan ketatanegaraannya sendiri-sendiri, sesuai dengan program prioritasnya. Jadi saya berharap pemerintahan baru dapat mengakomodir dan berpihak ke sektor tembakau,” ungkapnya.
 
Baca juga: Tak Ada Kenaikan Cukai Rokok di 2025, Angin Segar bagi IHT

 
Selain itu, Ali menilai PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes kental mengadopsi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Padahal Indonesia tidak meratifikasi aturan ini karena pertimbangan ekonomi nasional, serta kompleksnya ekosistem pertembakauan di Indonesia dan banyaknya tenaga kerja yang terserap di industri ini.
 
“Ambil contoh Australia memang menerapkan kemasan polos, tapi apakah berhasil? Prevalensi rokok (dari rokok yang legal) memang turun, tapi perlu dicatat konsumen rokok ilegal juga semakin naik. Jadi kesimpulannya adalah, haram hukumnya untuk mengadopsi FCTC,” tegasnya.
 
Senada, Ketua Umum AMTI, I Ketut Budhyman, sepakat dengan latar belakang Presiden terpilih yang sejalan dengan industri tembakau diharap membawa keberpihakan pemerintahan baru terhadap petani tembakau. Budhyman menegaskan sudah semestinya aturan ini dibatalkan karena dampaknya buruk bagi negara.
 
“Kami berharap PP 28/2024 maupun Rancangan Permenkes ini ditinjau kembali. Kami juga menolak secara tegas terhadap aturan yang benar-benar akan merugikan bagi ekosistem pertembakauan, apalagi untuk kemasan rokok polos tanpa merek,” tutupnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan