Selain itu, pembatasan konsumsi BBM subsidi diterapkan pada kendaraan dengan kategori sektor esensial dan non esensial. Seperti transportasi publik, kendaraan logistik, sepeda motor di bawah 150 cc, dan mobil berkapasitas mesin 1.000 cc.
"Menurut saya semua mobil dialihkan ke Pertamax. Kalau mau subsidi yang 1.000 cc. Jadi saya tidak setuju dengan My Pertamina, tambah rumit itu. Kasihan orang yang tidak tahu," tegasnya.
Trubus mengajukan skema lain agar pemerintah bisa menyelamatkan keuangan negara tanpa membebani masyarakat kecil. Dia menyarankan pemerintah membeli minyak dengan harga murah, menunda proyek ambisius, dan mengefisiensikan anggaran birokrasi.
"Ada cara lain, yaitu pemerintah harus mencari sumber penghasilan lain, misal membeli minyak dari Rusia. Kan ada diskon 30 persen. Pemerintah menunda dulu proyek ambisius, PSN yang ambisius. IKN kan belum urgen, infrastruktur yang kira-kira tidak strategis dicoret dulu, ditunda. Efisiensi di birokrasi, jadi misalnya anggaran-anggaran yang tidak perlu, pejabat negara yang suka jalan-jalan, itu dipangkas semua," kata dia.
Trubus berharap pemerintah saat ini memberi perhatian lebih pada upaya menjaga daya beli masyarakat. Terpenting, mempertahankan kestabilan harga.
"Pemerintah fokus saja menjaga kestabilan harga dengan memberikan insentif pada masyarakat untuk bisa menjangkau harga-harga," tegas dia.
Inflasi terkendali
Sementara itu, Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rahman, mengatakan opsi untuk menaikkan harga BBM secara berkala dinilai tidak efisien. "Kalau berkala tapi ujungnya tetap akan ke 10 ribu maka dampak inflasi diujung tahun ya akan tetap sama ya. Mungkin sedikit lebih rendah karena dampak second round nya tidak sebesar kalo langsung dinaikan ke 10ribu," kata Faisal.Dalam proyeksi Office of Economist Bank Indonesia, jika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi Pertalite ke Rp10.000 dan Solar ke Rp8.500, potensi kenaikan inflasi hanya berada di 6 persen. Lalu dengan kenaikan harga BBM, potensi minus pertumbuhan ekonomi hanya -0.17 persen.
Bank Mandiri masih optimistis meski masih ada sejumlah tantangan misalnya geo politik, potensi kenaikan harga BBM bersubsidi, namun proyeksi pertumbuhan di 2022 disebut masih mampu tumbuh di atas 5 persen.
"Jadi ini memang pelonggaran PPKM yang meningkatkan mobilitas publik serta kinerja ekspor yang baik karena masih tingginya harga-harga komoditas masih mampu menopang pertumbuhan. Tetapi kalau BBM harganya dinaikkan pasti ada dampaknya ke growth. Namun secara net momentum pertumbuhan ekonomi 2022 masih lebih baik," tegas Faisal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News