Sekretaris Jenderal APTI K Muhdi mengatakan, petani tembakau menitipkan harapan dan bantuan pemerintah untuk menghentikan pembahasan aturan teknis dan meninjau ulang PP 28/2024. Sebab, Permenkes yang masih dalam bentuk rancangan ini memuat ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek yang akan merugikan mata rantai industri tembakau.
"Ekosistem pertembakauan ini sangat erat keterikatan antara hulu hingga hilirnya. Jika hilirnya terus ditekan, di hulunya ada petani yang terdampak," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 13 September 2024.
Muhdi menilai regulasi tersebut bukan hanya merugikan pelaku industri hasil tembakau (IHT), tapi juga mengancam 2,5 juta petani tembakau yang menggantungkan hidupnya pada komoditas strategis nasional ini. Tak hanya itu, aturan kemasan rokok polos juga bisa langsung berdampak pada serapan dan penurunan harga di tingkat petani.
"Misalnya daerah sentra produksi seperti di Bojonegoro yang mengalami penurunan harga sampai dengan 10 persen di masing masing jenisnya. Ini menjadi kekhawatiran karena hampir 99 persen tembakau lokal mengandalkan penjualan hasil panennya ke pabrik rokok," ungkap Muhdi.
Baca juga: Banyak Regulasi, Petani Tembakau dan Cengkeh Minta Perlindungan Kementan |
Menurutnya, rancangan kemasan polos dan pelarangan total iklan sangat diskriminatif terhadap produk tembakau. Ia menduga, ada kepentingan pihak tertentu untuk mendorong aturan yang memberatkan bagi petani di Indonesia padahal industri tembakau telah menyerap jutaan tenaga kerja mulai dari hulu ke hilir, termasuk para petani tembakau.
"Bagaimana petani bisa tenang bercocok tanam dan mencari nafkah, sementara kita tahu ada upaya sistematis dan masif yang akan segera mengubah aturan pertembakauan Indonesia agar sama dengan negara-negara yang meratifikasi Framework Convention for Tobacco Control (FCTC), mematikan tembakau di Indonesia," jelasnya.
Apalagi September ini adalah momentum masa puncak panen tembakau yang seharusnya disambut gembira oleh para petani. Ia sangat menyayangkan ada upaya-upaya yang mau memupuskan harapan petani dan mematikan keberadaan tembakau di Indonesia di tengah meningkatnya kualitas dan kuantitas hasil panen tembakau yang cukup baik.
"Harusnya petani saat ini riang gembira memanen hasil ladangnya. Apalagi tahun ini kuantitas dan kualitas hasil produktivitas petani dapat disimpulkan cukup baik. Tapi, dengan adanya langkah kejar target Kemenkes yang mencakup kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau, sama saja dengan menjegal petani mencari nafkah," ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News