Ekonom Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo Ernoiz Antriyandarti mengkritik langkah Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan maupun Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto terkait terbitnya Permendag No. 8 tahun 2024. Menurutnya langkah tersebut akan memberikan dampak buruk bagi sektor industri Indonesia.
“Aturan terbaru yang dikeluarkan Menteri Perdagangan ini dapat menjadi masalah baru bagi industri secara umum serta khususnya industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Penurunan daya saing tekstil Indonesia dalam dekade terakhir ini saja masih belum terselesaikan. Permendag No 8 tahun 2024 berpotensi memperburuk kondisi pertekstilan Indonesia,” kata dia, Kamis, 20 Juni 2024.
Ernoiz mempertanyakan motif utama dari langkah pemerintah melakukan relaksasi impor ini karena akan sangat mempengaruhi sektor industri dalam negeri dan khususnya serapan tenaga kerja. Menurutnya saat ini banyak kebijakan-kebijakan yang minim kajian sebelum diberlakukan sehingga tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
“Apa sebenarnya target pemerintah dengan instrumen kebijakan ini? Menurunkan inflasi kah? Jika betul, berapa persen ekspektasinya, karena inflasi dan pengangguran merupakan trade off yang sulit dihindari. Kurva Phillips mengingatkan bahwa penurunan inflasi cenderung meningkatkan pengangguran,” beber Ernoiz.
Ernoiz mengingatkan, pemerintah tetap harus mengedepankan daya saing industri dalam negeri dibanding tekanan atau pujian pemerintahan asing. Sebagai anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia memang harus mendukung liberalisasi perdagangan tetapi juga harus berhati-hati dan melindungi produsen dalam negeri.
“Banyak komoditas Indonesia masih harus menguatkan daya saingnya, ketika semakin diliberalisasi maka dampak negatif dari perdagangan internasional akan lebih dirasakan oleh produsen-produsen dalam negeri, terutama produsen berskala kecil,” imbuh Ernoiz.
Baca juga: Neraca Perdagangan Indonesia Cetak Surplus 49 Bulan Beruntun, Rekor Berlanjut! |
Ia juga mengingatkan pemerintah harus bersikap tegas dan membuat batasan, jangan sampai kemudahan impor menjadi bumerang bagi neraca perdagangan Indonesia yang sudah surplus saat ini. Apalagi jika relaksasi impor direalisasikan untuk komoditas TPT, maka dapat memicu merosotnya daya saing, pabrik tutup, serta PHK meningkat.
“Momentum ini dapat menurunkan kepercayaan pengusaha dalam negeri terhadap keberpihakan pemerintah. Iklim usaha di dalam negeri dapat terganggu yang jika dibiarkan akan menimbulkan bibit-bibit terjadinya guncangan ekonomi nasional.” tambah Ernoiz.
Industri merugi
Dalam kesempatan lain, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana kebijakan baru dari Kementerian Perdagangan tersebut sudah mulai dirasakan dampaknya bagi para pelaku industri tekstil di Indonesia. Bahkan dampak kebijakan ini akan kian parah dalam beberapa waktu ke depan.“Dalam waktu cepat puluhan ribu kontainer yang masuk ke Indonesia secara legal karena dibuka oleh Permendag itu kemudian akan menghantam produk-produk industri tekstil dan garmen kita yang domestik. Nah kurang lebih proyeksi kita dalam satu tahun ke depan apabila itu tetap terjadi maka setiap bulan akan muncul kurang lebih 10.000 - 30.000 kontainer,” ujar Danang.
Danang juga menyayangkan pelaku industri yang tidak didengar khusus dalam perubahan dari Permendag 36/2023 ke Permendag 8/2024 ini. Menurutnya jika pelaku industri dalam negeri diajak maka dampak negatif aturan baru terhadap sektor industri dalam negeri akan bisa ditekan.
“Pada waktu pembahasan peraturan-peraturan ini kami tidak dilibatkan secara formal. Perubahan peraturan dari Permendag No. 36/2023 menjadi Permendag 8/2024 ini kan kemudian juga tidak melibatkan kami. Sehingga kami tahunya ya terkaget-kaget, loh kok tiba-tiba ada perubahan ini, tiba-tiba ada perubahan ini, tiba-tiba dibuka lebar-lebar,” kata Danang.
Menurut Danang aturan ini juga pada akhirnya akan merugikan ke pendapatan negara juga. Karena nilai pajak yang diterima negara menjadi berkurang dari seharusnya jika industri dalam negeri besar akan mampu bayar pajak besar, menjadi mengecil sehingga bayar pajaknya makin kecil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News