Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center Hardjuno Wiwoho mewanti-wanti pemerintah maupun otoritas perbankan di Indonesia agar memitigasi kasus tersebut menjalar ke Indonesia. Apalagi, skandal ini mirip dengan skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
“Saya terus mendesak pemerintah agar menghapus pembayaran subsidi bunga obligasi rekap eks BLBI ini. Ini anggaran yang tidak produktif dan membebani APBN kita, tetapi tidak digubris. Padahal, pembayaran bunga obligasi ini membuat APBN tidak sehat,” kata dia kepada wartawan, Rabu, 6 Maret 2024.
Ia mensinyalir penipuan skala besar yang merugikan keuangan negara di Vietnam tersebut, diduga menggunakan ribuan 'perusahaan hantu' untuk melaksanakan kegiatan ilegal. Hal tersebut seringkali merupakan modus operandi dalam kasus penipuan keuangan.
“Di Indonesia, praktik ini juga terjadi di BLBI. Banyak perusahaan bodong mendapat kucuran dana atau perusahaan bodong diagunkan. Setelah perusahaan dijual bahkan nilainya tak sampai sepersepuluh dari BLBI yang dikucurkan,” ujar Hardjuno.
Pengadilan Vietnam mulai menyidangkan kasus penipuan keuangan bernilai USD12 miliar atau Rp189 triliun dengan 90 tersangka dan beberapa terancam hukuman mati. Di Vietnam, Truong My Lan diduga memberikan suap kepada pejabat pemerintah untuk mendukung kegiatannya.
Baca juga: Buru Obligor BLBI, Pemerintah Diminta Usut hingga ke Akarnya |
Dalam kasus Truong My Lan juga terdapat dugaan pelanggaran terhadap peraturan perbankan. Ini sama persis dengan pengucuran BLBI yang kemudian ditambah dengan pemberian obligasi rekap sebagai siasat menyehatkan neraca perbankan.
“Di skandal obligasi rekap yang diduga merugikan negara hingga Rp18 ribu triliun pada hari ini mengangkangi aturan perbankan karena bank yang memegang obligasi rekap dijual murah kepada yang diduga pemilik lama. Sehingga, negara harus terus membayar bunga rekap sampai sekarang pada bank-bank tersebut,” papar Hardjuno.
Hardjuno mengapresiasi pemerintah Vietnam yang telah memperlihatkan keberanian untuk menghukum pelaku kejahatan keuangan. Sementara di Indonesia sampai hari ini masih berkutat dengan pengembalian Rp110 triliun nilai BLBI pada 1998 yang jika dikurskan pada hari ini sebenarnya sudah ribuan triliun.
“Ngejar Rp110 triliun saja setengah mati susahnya. Apalagi menghentikan pembayaran bunga obligasi rekap yang merugikan negara setahun Rp50 triliun-Rp60 triliun,” ujar Hardjuno.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News