Hal tersebut dapat mewujudkan terlaksananya pemberdayaan terhadap UMKM yang tepat sasaran, tepat arah, dan tepat anggaran.
“Persoalan UMKM kita itu adanya persoalan data. Ditambah, saat ini pemberdayaan terhadap UKM itu ada di 18 kementerian. Harus ada tekanan publik, sehingga setiap kementerian lain bisa melepas ego sektoralnya. Jadi, melalui itu kita bisa menyatukan pemberdayaan UKM untuk ditentukan sektor mana saja yang harus lebih banyak didukung dan potensi survive di tengah kondisi pandemi ini. Kalau mempunyai data yang baik, maka bisa lebih tepat sasaran dan lebih kepada penerima pemberdayaan tersebut," ujar Demer, sapaannya, dilansir dpr.go.id, Selasa, 5 Mei 2020.
Di sisi lain, di berbagai provinsi juga terdapat pemberdayaan UMKM. Baik itu di bawah naungan Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi, maupun di Dinas Pertanian.
Belum lagi, di berbagai tingkat kabupaten dan kota juga terdapat pemberdayaan UMKM melalui anggaran yang berbeda, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Terkait hal itu, legislator dapil Bali ini kembali menegaskan harapannya agar pemersatuan data UMKM dapat segera diterapkan seperti halnya lembaga riset yang sudah dijadikan satu pendanaannya dari berbagai kementerian.
Seharusnya, pada awal waktu berdirinya Kemenkop UKM, seluruh pemberdayaan terhadap koperasi dan UKM difokuskan kepada kementerian yang dipimpin Teten Masduki itu.
"Kalau sudah jadi satu tentu big data-nya bisa terjadi. Kalau big data-nya sudah bisa terjadi, maka bisa terwujudnya pemberdayaan yang tepat sasaran dan tepat arah," katanya.
Menurut Demer, masalah ini sudah berlangsung lama. Namun tidak pernah menemukan solusi, sehingga pemberdayaan UKM dan koperasi yang tepat sasaran sulit diterapkan.
"Mudah-mudahan, ini bisa segera menjadi kenyataan terutama di tengah pandemi covid-19 saat ini," ucapnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News