"Padahal pelarangan penjualan rokok eceran baru sebatas usul Kementerian Kesehatan kepada Presiden, bukan keputusan seperti yang beredar di belakangan ini," ucap Badruddin dalam keterangan resminya, Selasa, 27 Desember 2022.
Dijelaskan lebih lanjut, isu tersebut muncul setelah terbitnya Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023. Keppres tersebut memuat usulan kementerian ke Presiden, salah satunya untuk membahas revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan di tahun depan. Salah satu usulan pembahasannya adalah poin pelarangan penjualan rokok batangan.
Menurut Badruddin, masuknya rencana revisi PP 109/2012 yang diprakarsai Kemenkes saat ini sejatinya juga masih menjadi perdebatan dan belum meraih kesepakatan antarkementerian. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perindustrian, termasuk para pelaku usaha tembakau, menolak rencana revisi tersebut.
"PP 109/2012 sudah mengatur ketat regulasi pengendalian tembakau. Implementasinya masih memberikan ruang untuk dioptimalkan, sehingga sejatinya tidak perlu ada usulan revisi. Sebab aturan tersebut telah menyeluruh, termasuk mengatur larangan jual beli rokok kepada anak. Ini repotnya kalau kebijakan didorong oleh kepentingan-kepentingan dan titipan-titipan tertentu dibalik usulan revisi tersebut," sambungnya.
Sementara itu, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo menilai rencana revisi PP 109/2012 akan mengganggu ekosistem pertembakauan nasional dari hulu hingga hilir. Pasalnya, industri telah berada dalam tekanan situasi ekonomi dan tantangan yang bertubi-tubi.
"Yang saat ini tengah didorong sangat tidak adil, saat ini kondisi ekosistem tembakau bahkan belum pulih, tapi sudah mau dihantam berbagai regulasi termasuk kenaikan cukai. Karena regulasi di tembakau ini tidak hanya cukai, ada yang nonfiskal, seperti ada Perda Kawasan Tanpa Rokok dan PP 109/2012. Ini semua menghimpit ekosistem IHT (Industri Hasil Tembakau)," ungkap dia.
Baca juga: Alasan Jokowi Larang Penjualan Rokok Ketengan |
Ia memaparkan, ekosistem IHT memiliki sifat yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. Oleh karenanya, regulasi-regulasi yang eksesif terhadap IHT pasti akan berdampak buruk, mulai dari petani tembakau dan cengkih, para pekerja di pabrik hingga para ritel dan pedagang asongan.
"Regulasi pengendalian tembakau sudah menunjukkan capaian yang baik. Selama lima tahun terakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat prevalensi merokok telah menurun hingga 3,4 persen," urai dia.
BPS mencatat, prevalensi perokok pada usia sama atau lebih dari 15 tahun pada 2022 sebesar 28,26 persen, menurun 70 basis poin (bps) dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 28,96 persen.
Sementara prevalensi perokok anak, atau usia sama atau di bawah 18 tahun sebesar 3,44 persen atau turun 25 bps dibandingkan 2021 sebesar 3,69 persen. Angka ini juga terus menurun dibandingkan sejak 2018 dengan prevalensi sebesar 9,65 persen, kemudian 2019 sebesar 3,87 persen, dan 2020 sebesar 3,81 persen.
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News