Ilustrasi. FOTO: Medcom.id
Ilustrasi. FOTO: Medcom.id

Perusahaan Terancam Dipailitkan, Penyelesaian Utang Tak Harus Melalui Pengadilan

Angga Bratadharma • 01 Agustus 2023 17:19
Jakarta: Media sosial baru-baru ini ramai terkait viralnya pemberitaan perusahaan tambang PT Bumi Merapi Energi (BME) yang terancam dipailitkan. Status pailit itu akan dimiliki PT BME jika tak ada itikad baik untuk melunasi utang-utangnya dari PT Rantau Utama Bhakti Sumatera (RUBS).
 

Menanggapi gugatan kepailitan terhadap PT BME, Dosen dan Ahli Hukum Perdata dari Universitas Diponegoro Siti Mahmudah mengatakan, penyelesaian utang sebetulnya tak harus melalui pengadilan. "Tergantung dari kemauan masing-masing pihak. Pihak debitur mau tidak membayar utangnya," kata Mahmudah, dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 1 Agustus 2023.
 
Mahmudah menjelaskan penyelesaian utang dilakukan melalui jalur litigasi dapat melalui proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan kepailitan. "PKPU maupun kepailitan merupakan suatu cara untuk menyelesaikan utang. Utang itu tetap utang selama belum dibayar, kecuali pihak yang punya utang melunaskan," tegasnya.
 

Ia menambahkan penyelesaian utang antara kreditor dan debitur dapat terjadi apabila debitur mengajukan rencana perdamaian dan disetujui oleh kreditur. Rencana perdamaian dapat diajukan debitur sebagaimana diatur di Pasal 144 UU nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Baca: COP28 Desak Negara G20 Memimpin dan Tunjukkan Solidaritas terhadap Aksi Iklim

Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditur. "PKPU itu isinya kan membicarakan rencana perdamaian si debitur. Secara garis besar isinya restrukturisasi utang. Kalau itu tercapai berarti penyelesaian utangnya berupa restrukturisasi utang. Jangka waktu penundaan pembayaran kewajibannya 270 hari," tuturnya.
 
"Jadi 270 hari itu sudah harus tercapai perdamaian yang dihomologasikan yang intinya restrukturisasi utang," tambahnya.
 
Berbeda dengan PKPU, rencana perdamaian dalam kasus kepailitan dapat diajukan kapan saja sepanjang sebelum rapat pencocokan piutang ditutup. Oleh karenanya, debitur sebaiknya mengajukan perdamaian jika tak ingin dinyatakan pailit.
 
“Kalau itu tidak tercapai, maka debitur dalam kondisi pailit, dan dalam kondisi insolvensi," jelasnya.
 
Mahmudah mengingatkan, akan ada akibat hukum bagi perusahaan yang dinyatakan pailit. "PT sebagai subjek hukum tidak bisa lagi menjalankan operasional, sebagai obyek hukum punya harta kekayaan, harta kekayaan PT mengalami sita secara umum," tuturnya.
 

Setelah debitur dinyatakan pailit, ada tindakan yuridis, pertama pencocokan utang, para kreditur mengajukan piutang kepada kurator. "Debitur punya hak untuk mengajukan perdamaian, debitur dan kreditur membicarakan bagaimana penyelesaian utang. Kalau sudah disepakati harus dihomologasikan, kalau tidak disepakati, kepailitannya berakhir di situ," ucapnya.
 
Kepailitan dan PKPU merupakan salah satu instrumen hukum yang tidak tunduk pada asas nebis in idem. "Kalau penyelesaian utang itu melalui PKPU, maka kalau utangnya belum selesai bisa di PKPU kan kembali. Demikian juga dengan kepailitan, kalau penyelesaian utangnya belum tercapai, bisa dipailitkan kembali," ucapnya.

"Jadi, tidak ada nebis in idem penyelesaian utang melalui PKPU maupun kepailitan karena dasar penyelesaian utangnya adalah KUHPerdata. Utang tetap ada sebelum dilunasi," katanya.
 
Dirinya menambahkan pailit tidak selalu membuat perusahaan berakhir. "Perusahaan yang dinyatakan pailit tidak selalu harus berakhir, karena masih ada tindakan yang disebut rehabilitasi. Rehabilitasi bisa tercapai jika dalam pemberesan itu ada surat pernyataan dari para kreditur intinya mereka puas atas penyelesaian utang yang dilakukan oleh debitur," tutupnya.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan