Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Prasetio menjelaskan bahwa perkara hukum perseroan bersama maskapai lain terhadap ACCC terkait penetapan harga fuel surcharge kargo sudah dilaksanakan di Pengadilan Federal New South Wales, Australia.
Persidangan di pengadilan tingkat pertama pada 2014 awalnya memutuskan perseroan tidak terbukti bersalah. Kemudian, atas putusan Federal New South Wales Australia, ACCC mengajukan banding dan kasasi ke High Court Australia, yang akhirnya pada 2017 perseroan dinyatakan bersalah melakukan penetapan harga fuel surcharge.
Baca: Garuda Ajukan Banding dari Pengadilan Australia soal Kartel Kargo
Untuk menentukan jumlah denda, dikembalikan ke Pengadilan Federal New South Wales. "Pada 2019, Pengadilan New South Wales Australia menjatuhkan putusan denda dengan menghukum perseroan untuk membayar sebesar 19 juta dolar Australia atau setara Rp213,6 miliar (kurs Rp11.246 per dolar Australia) disertai biaya perkara ACCC," ujar Prasetio dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), dilansir Mediaindonesia.com, Kamis, 22 April 2021.
Denda senilai 19 juta dolar Australia setara dengan USD14,6 juta. Lebih lanjut, Prasetio mengungkapkan awalnya perseroan mengajukan banding atas putusan denda tersebut. Namun, putusan Pengadilan Federal New South Wales Australia pada 15 April 2021 telah mengesahkan perjanjian perdamaian antara Perseroan dan ACCC. Garuda pun akhirnya mencabut banding yang telah diajukan.
"Perseroan akan membayar denda sebesar 19 juta dolar Australia, disertai biaya perkara ACCC secara angsuran selama lima tahun dimulai Desember 2021. Serta, mencabut banding yang telah diajukan sebelumnya," terang dia.
Garuda menyatakan perkara hukum itu bukan hal baru. Namun, sudah berlangsung sejak 2014 dan perseroan secara rutin telah menyampaikan kewajiban keterbukaan informasi terhadap perkembangan sesuai ketentuan yang berlaku.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News