Sekretaris Jenderal HKTI Sadar Subagyo mengatakan, pentingnya regulasi nasional yang lebih adil dan berimbang, untuk melindungi jutaan petani tembakau dan petani cengkeh serta keberlangsungan industri hasil tembakau nasional. Sebab, saat ini mayoritas hasil produksi petani tembakau dan cengkeh diserap secara langsung oleh industri.
“Jadi, jangan ada lagi aturan yang menekan industri tembakau, seperti dorongan ratifikasi FCTC saat ini. Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dari negara-negara lain. Kita perlu aturan nasional sendiri yang lebih cocok dengan situasi khas Indonesia,” ucap Sadar kepada wartawan, Kamis, 10 Oktober 2024.
Sadar menyebut, kebijakan IHT harus disesuaikan dengan situasi dan konteks yang ada di dalam negeri. Menurut dia, IHT berperan terhadap perekonomian, termasuk mendorong kemajuan hilirisasi dan industrialisasi bernilai tambah yang jadi salah satu program prioritas Asta Cita di pemerintahan berikutnya.
Baca juga: Aturan Kemasan Rokok Polos, Jutaan Petani Tembakau dan Cengkeh Terancam |
Oleh sebab itu, ia meminta pemerintahan baru yang akan dipimpin oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto agar lebih memperhatikan nasib petani tembakau dan memberikan kebijakan yang lebih adil bagi para petani tembakau. Apalagi Prabowo merupakan Ketua Dewan Pembina HKTI dan mantan Ketua Umum DPN HKTI.
“Aturan ini tidak hanya berdampak bagi petani, konsumen itu juga berhak mendapatkan informasi yang akurat atas produk legal yang dikonsumsinya. Dengan menerapkan aturan seperti FCTC, akan ada risiko besar bagi konsumen dan negara, termasuk potensi pemalsuan produk (rokok ilegal) serta hilangnya pendapatan negara dari cukai,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia berpendapat, regulasi bagi IHT sebaiknya tidak dilihat dari sisi kesehatan saja, tetapi juga dilihat dampaknya secara lebih luas, khususnya aspek sosial dan ekonomi, terutama bagi petani tembakau. Jika satu aspek terkena dampak, maka hal itu akan menyebar ke aspek lainnya secara sistemik.
Kini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga tengah menyusun Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) yang akan mengimplementasikan aturan kemasan rokok polos tanpa merek.
Aturan tersebut disinyalir merupakan upaya intervensi lembaga-lembaga anti tembakau asing untuk mematikan sektor tembakau di Indonesia. Maka, pemerintah perlu menjaga kedaulatan negara serta melindungi warga negaranya, termasuk petani, untuk mendapatkan hak pekerjaan dan penghidupan yang layak.
PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes juga terus menuai penolakan dari berbagai pihak, termasuk asosiasi petani, karena dinilai tidak transparan dalam proses perumusannya serta tidak melibatkan seluruh pihak yang terdampak. Aturan tersebut juga dinilai memberikan imbas negatif yang besar terhadap sektor pertembakauan di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News