“Agar tepat sasaran. Sifatnya juga pembelajaran untuk mengarahkan masyarakat supaya fiskal anggaran kita tepat sasaran,” kata pakar keuangan negara, Hamid Paddu, Jakarta, Kamis, 25 Januari 2024.
Menurut Hamid, subsidi yang tidak tepat sasaran akan memberatkan keuangan negara. Dia memperkirakan Rp10-Rp15 triliun subsidi gas melon terbuang sia-sia karena dinikmati masyarakat mampu.
“Makanya kalau tidak (dibatasi), bobol terus kita punya anggaran,” ujar dia.
Baca Juga: Mengutak-atik Skema Penyaluran Subsidi Elpiji |
Guru besar Universitas Hasanuddin tersebut mengatakan pembelian gas melon menggunakan KTP atau KK, bisa mengedukasi masyarakat. Pasalnya, dokumen kependudukan tersebut bisa menunjukkan yang bersangkutan memang dari keluarga tidak mampu atau bukan.
“Pada akhirnya, kalangan mampu itu akan memilih membeli gas yang tidak disubsidi atau bright gas,” jelas dia.
Dia menilai jika pembelian tetap dilakukan terbuka seperti sebelumnya, orang yang berhak akan selalu kehabisan LPG 3 kg. Menurut dia, kondisi ini akan berulang karena orang kaya turut menikmati subsidi gas melon.
“Akibatnya, anggaran kita yang berasal dari pajak pun habis dinikmati orang yang tidak berhak. Dan itu kan haram sebenarnya, karena mereka menikmati yang bukan haknya,” kata Hamid.
Oleh karena itu, dia menilai kebijakan penggunaan kartu identitas kependudukan dalam pembelian gas melon bukan bertujuan mempersulit. Aturan tersebut diterapkan agar LPG 3 kg diperuntukan bagi masyarakat miskin selalu tersedia.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan pembelian LPG 3 kg wajib menggunakan kartu tanda penduduk (KTP) per 1 Januari 2024. Nantinya, hanya masyarakat terdata yang boleh membeli gas subsidi.
Para pembeli di pangkalan hanya perlu membawa KTP atau KK. Apabila sudah terdata ke dalam sistem, maka yang bersangkutan hanya perlu membawa KTP untuk pembelian selanjutnya.
Masyarakat dapat mengecek status pendaftaran di alamat subsiditepat.mypertamina.id/LPG/CekNIK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News