Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi mengatakan, secara prinsip RPP Kesehatan tidak ideal untuk mengatur tembakau karena tidak satu rumpun dengan upaya perbaikan sistem dan tata kelola kesehatan nasional.
“Kalau dilihat dari kelompoknya, seharusnya yang satu rumpun. Tembakau bukan bagian dari tenaga medis, dokter, bukan bagian dari obat, dan sejenisnya,” ungkapnya kepada wartawan dilansir, Selasa, 14 November 2023.
Untuk itu, pihaknya mendorong dilakukannya pemisahan regulasi produk tembakau dari RPP Kesehatan. Lagipula, Benny menjelaskan, banyaknya larangan terhadap produk tembakau dalam RPP Kesehatan bertentangan dengan bunyi UU Kesehatan yang merupakan payung hukumnya.
“Lebih baik aturan produk tembakau kembali kepada Peraturan Pemerintah 109/2012 yang dirasa sudah komprehensif dan tinggal memperkuat implementasinya. Dalam Undang-Undang tidak ada larangan. Hanya pengendalian,” tegasnya.
Jika aturan di RPP Kesehatan tersebut disahkan, ia meyakini terdapat sejumlah potensi masalah yang dapat terjadi karena draft aturan ini memuat berbagai larangan bagi industri tembakau yang legal, termasuk larangan iklan.
“Pertama, banyaknya larangan, seperti melarang promosi dan iklan itu akan menjadi kesempatan bagi rokok ilegal semakin berkembang dan dibeli masyarakat,” ujar dia.
Baca juga: Ini Alasan Petani Tolak Aturan Produk Tembakau di RPP Kesehatan |
Kedua, lanjut Benny, ketika konsumsi masyarakat perokok sudah banyak bergeser ke rokok ilegal, maka penjualan rokok legal akan mengalami penurunan signifikan. Pada akhirnya, produksi dan serapan tembakau dari petani akan berkurang.
“Nah, ini seperti yang disampaikan Ibu Dirjen (Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker, Indah Anggoro Putri), larangan iklan akan berdampak kepada terjadinya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja),” paparnya.
Gelombang PHK tersebut diperkirakan bukan hanya berpotensi terjadi di industri hasil tembakau saja. Tetapi, juga berpotensi terjadi di industri lain yang terdampak seperti industri periklanan, industri kreatif, dan media.
Maka, Benny menilai, wajar jika pasal-pasal produk tembakau dalam RPP Kesehatan ini menjadi perhatian serius pemerintah dari pos perindustrian, pertanian, dan ketenagakerjaan. Selain itu, Bea Cukai dan Kementerian Keuangan juga serius melihat persoalan ini karena bisa menurunkan penerimaan negara.
Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai leading sector pembahasan RPP Kesehatan untuk mempertimbangkan aspek ketenagakerjaan di Indonesia ketika membuat aturan.
Terlebih, industri hasil tembakau merupakan sektor yang melibatkan tenaga kerja dalam negeri dalam jumlah yang banyak.
“Prinsip dan sikap Kemnaker adalah mendukung agar kebijakan yang berlaku untuk industri hasil tembakau itu jangan sampai berdampak terhadap pengurangan tenaga kerja. Karena, banyak mempekerjakan tenaga kerja Indonesia, terutama wanita. Jadi, satu orang kena PHK saja itu dampaknya banyak,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News