"Kami berharap pemerintah Indonesia dapat mengambil langkah-langkah yang bijaksana untuk menjaga daya saing industri kelapa sawit Indonesia, dengan memperkuat produksi minyak sawit yang berkelanjutan," kata Eddy Martono, dilansir Antara, Kamis, 2 November 2023.
bacaa juga: Biar Investor Tenang, Pemerintah Diminta Jamin Kepastian Hukum Lahan Sawit |
Ia mengatakan, selama 2023, kinerja industri kelapa sawit tidak lebih baik dari tahun sebelumnya, begitupun dari sisi harga, tidak sebaik pada 2022. Pihaknya juga memperkirakan harga akan mengalami bullish pada 2024 karena karena beberapa faktor, salah satunya adalah fenomena El Nino yang dialami tahun ini akan mempengaruhi produksi tahun depan.
Di sisi lain, kata dia, Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar mengalami stagnasi produksi dalam beberapa tahun terakhir karena lambatnya penanaman kembali oleh petani.
Sementara itu, pemerintah akan terus menerapkan B35 ditambah dengan peningkatan konsumsi domestik konsumsi dalam negeri untuk pangan dan industri, stok minyak sawit Indonesia akan tidak diragukan lagi akan menjadi rendah.
"Dalam beberapa bulan terakhir, kita juga telah melihat penurunan harga minyak sawit global yang dipicu oleh melemahnya daya beli akibat perlambatan ekonomi di berbagai negara dan melimpahnya stok di negara-negara produsen," ujar dia.
Selain itu, dia mengatakan ancaman krisis pangan dan energi, serta hambatan perdagangan dari negara-negara importir, salah satunya European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang merupakan kebijakan baru Uni Eropa membuat ketidakpastian semakin meluas.
Oleh karena itu, kata dia dalam agenda IPOC tersebut, perlu dibahas secara mendalam dan mendapatkan lebih banyak wawasan tentang situasi ini dari para ahli yang relevan.
Dalam kesempatan itu, dia mengatakan industri kelapa sawit merupakan penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia, bahkan selama dua setengah tahun pandemi covid-19 kontribusi devisa kelapa sawit tetap signifikan sehingga neraca perdagangan Indonesia tetap surplus.
"Informasi singkat mengenai kinerja industri kelapa sawit Indonesia, hingga Agustus 2023, produksi mencapai 36,3 juta ton dengan ekspor biodiesel dan oleochemical lebih dari 23,4 juta ton yang memberikan kontribusi sekitar USD20,6 miliar terhadap devisa negara Indonesia," kata dia.
Eddy menuturkan dengan kebijakan pemerintah yang tepat, industri kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di tengah dinamika pasar dan ekonomi saat ini.
Kolaborasi dengan Uni Eropa
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Airlangga Hartarto mengatakan EUDR merupakan kebijakan Uni Eropa yang mengatur komoditas dan dampaknya terhadap deforestasi. Dalam hal ini, komoditas yang termasuk adalah kedelai, kayu, daging sapi, kakao, karet, kopi, dan minyak kelapa sawit."Terlepas dari kekhawatiran kita, pemerintah siap untuk berkolaborasi dengan Uni Eropa dalam membangun kerangka kerja yang mempromosikan pertanian berkelanjutan, termasuk produksi minyak nabati, dengan cara yang inklusif, holistik, adil, dan tidak diskriminatif," kata dia.
Dia juga mengatakan melalui Indonesian Sustainable Palm Oil Plantation Certification System (ISPO), Indonesia mendorong pengembangan kelapa sawit berkelanjutan. Menurut dia, sertifikasi ISPO menjamin bahwa praktik produksi yang dilakukan oleh perusahaan dan petani kelapa sawit telah mengikuti prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah keberlanjutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News