Ketua Gaprindo Benny Wahyudi mengatakan, selain kondisi ekonomi masyarakat masih berat sebagai dampak dari kenaikan bahan bakar minyak (BBM) hingga pandemi covid-19 yang belum reda, seharusnya ada kelonggaran dari pemerintah. Pemerintah diminta jangan mempersulit kondisi tersebut dengan menaikkan cukai.
"Saat ini situasinya berat dengan adanya berbagai kenaikan biaya di industri. Yang jelas, kalau tidak diperhatikan, kontribusi IHT kepada perekonomian atau penerimaan negara itu kan lebih dari 10 persen. Cukainya saja tahun ini diperkirakan lebih dari Rp200 triliun," tukas Benny dalam keterangan tertulis, Jumat, 25 November 2022.
Hal yang sama disampaikan Ketua Formasi Heri Susianto. Menurutnya, kebutuhan akan pemasukan negara ini sangat luar biasa. Pada 2022, target cukai rokok itu sekitar Rp203 triliun.
Dia bilang, kenaikan cukai rokok untuk memenuhi kebutuhan keuangan negara. Sehingga lima tahun terakhir ini kenaikan cukai rokok langsung diputuskan Presiden.
Heri menilai kenaikan cukai rokok lantaran pemerintah berfokus terhadap prevalansi merokok, yang turun menjadi delapan persen dari sebelumnya di angka sembilan persen. Padahal, prevalansi merokok sangat dipengaruhi oleh preferensi dan perpindahan atas pilihan rokok ke golongan layer yang lebih murah, terlebih lagi rokok polos atau ilegal atau tanpa cukai.
"Terkait melindungi prevalansi merokok menurut saya tidaklah tepat, karena tidak terdeteksi jumlahnya oleh pemerintah. Terlebih lagi dari masifnya peredaran rokok ilegal pemerintah tidak mendapatkan pemasukan berupa cukai yang jelas sangat merugikan negara," tegasnya.
Baca juga: Pemerintah Diminta Lindungi Komoditas Strategis dari Intervensi Asing |
Di sisi lain, Benny membantah pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebutkan kenaikan cukai rokok dua tahun ke depan secara berturut turut tidak akan berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan di lingkungan IHT. Menurutnya, kemungkinan pengurangan pegawai atau PHK akibat kenaikan cukai rokok di dua tahun berturut-turut tidak tertutup dilakukan IHT.
"Pengurangan pegawai mungkin saja bisa terjadi, namanya juga efisiensi. Karena pastinya pendapatan menurun, pasti akan ada efisiensi. Yang jelas kalau pengurangan itu bisa saja, misalnya mengurangi shift kerja dari tiga shift menjadi dua shift, karena memang yang dijual tidak ada," tutur Benny.
Selain pengurangan pegawai, para pelaku industri rokok juga dipastikan akan mengurangi pembelian tembakau dari para petani di Tanah Air. Hal ini karena produsen rokok juga mengurangi produksi rokoknya.
Pengurangan produksi rokok disebabkan menurunnya penjualan rokok. Penjualan rokok menurun karena harganya meningkat yang diakibatkan pengenaan cukai semakin tinggi.
"Otomatis pembelian bahan baku (tembakau dari petani) juga jadi berkurang, karena (rokok) yang dijual juga kurang. Berapa persen besar penurunan pembelian bahan baku ini biasanya besarnya proporsional dengan produksinya," pungkasnya.
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News