Ribuan umat Buddha dari seluruh Indonesia berkumpul untuk memperingati kelahiran, pencerahan, dan wafatnya Siddhartha Gautama.
Namun, Waisak di Borobudur lebih dari sekadar ritual keagamaan. Ia menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi lokal, memperkuat pariwisata spiritual, dan menjadikan Borobudur sebagai simbol perdamaian dunia.
Ritual suci, dampak nyata
Rangkaian Waisak tahun ini dimulai sejak 4 Mei dan berpuncak pada detik-detik Waisak, 12 Mei pukul 23.55.29 WIB. Dari kirab Thudong, bakti sosial pengobatan gratis, hingga Festival Lampion, semua acara dikemas bukan hanya untuk umat, tapi juga untuk publik luas.“Rangkaian perayaan Waisak 2025 ini diharapkan menjadi kegiatan yang memiliki nilai spiritual serta sosial dengan dilakukannya pengobatan gratis yang diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar serta memperkuat semangat kebersamaan dalam keragaman,” jelas Wakil Ketua Panitia Waisak Nasional, Karuna Murdaya, dikutip dari laman InJourney, Sabtu, 10 Mei 2025
Thudong: Ziarah damai lintas negara
Salah satu peristiwa yang menyita perhatian adalah perjalanan spiritual Thudong. Sebanyak 36 bhikkhu berjalan kaki dari Thailand menuju Borobudur sejauh 2.763 km. Mereka disambut hangat oleh masyarakat, mengunjungi masjid, gereja, hingga wihara.“Apresiasi kepada semua pihak, para tokoh, organisasi khususnya Macan Ali yang konsisten mengawal perjalanan yang melelahkan ini. Semoga semangat Thudong bisa terus membara, membakar semangat kita untuk menjaga perdamaian dan toleransi,” ujar Ketua Panitia Thudong 2025, Kevin Wu.
Baca juga: Ingin Waisak Di Borobudur? Berikut Lokasi Kantong Parkirnya! |
Lampion dan drone show, puncak spiritualitas yang instagramable
Waisak 2025 juga menyuguhkan pengalaman visual yang memukau melalui pelepasan 2.569 lampion dan pertunjukan drone show.“Peserta datang dari beragam latar belakang dengan tujuan untuk turut merasakan kesakralan prosesi Waisak di Borobudur. Di bawah cahaya bulan dan kilauan ribuan lampion, menjadi momentum untuk merenung dan merasakan kedamaian sejati lahir dari dalam diri,” ungkap Ketua Panitia Festival Lampion, Fatmawati.
Pertunjukan drone show yang menggambarkan perjalanan hidup Sang Buddha menambah daya tarik Waisak sebagai festival spiritual sekaligus hiburan visual edukatif.
Borobudur, jembatan spiritual dan budaya dunia
Waisak memperkuat posisi Candi Borobudur sebagai destinasi pariwisata budaya dan spiritual berskala dunia.“Borobudur tidak hanya menyimpan nilai-nilai spiritual yang humanis, tetapi juga mencerminkan kebesaran peradaban masa lalu yang masih memberi makna bagi kehidupan masa kini. Mari kita maknai Borobudur secara lebih luas sebagai ruang budaya yang aktif,” jelas Sub Koordinator Museum dan Cagar Budaya Warisan Dunia Borobudur, Wiwit Kasiyati.
Dari spiritualitas menuju ekonomi inklusif
Waisak tak hanya soal meditasi dan renungan. Ribuan pengunjung yang hadir di Borobudur mendorong perputaran uang di sektor transportasi, penginapan, UMKM, hingga kuliner lokal. Inilah bentuk nyata bahwa spiritualitas juga mampu menyentuh aspek ekonomi.PT Aviasi Pariwisata Indonesia (InJourney) memastikan seluruh rangkaian perayaan berlangsung aman, tertib, dan memberi manfaat jangka panjang.
“Candi Borobudur menjadi ekosistem pariwisata spiritual yang inklusif, hidup, dan terus berkembang dengan tetap mengedepankan nilai budaya,” tegas perwakilan InJourney.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News