Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Adi Mahfudz Wuhadj karena mayoritas industri tersebut berorientasi dan bergantung pada ekspor.
Kinerja ekspor industri tekstil tengah mengalami penurunan akibat melemahnya perekonomian dunia, terutama di negara-negara yang menjadi tujuan ekspor dari industri tersebut.
Alhasil, permintaan menurun, pemasukan berkurang, dan terpaksa harus merumahkan pegawainya.
"Otomatis itu secara sendirinya dan tidak terelakkan ada pengurangan jumlah pekerja atau PHK. ini karena volume dari produksi berkurang," ujar Adi dilansir Media Indonesia, Rabu, 2 November 2022.
Baca juga: Permintaan dari Tiongkok dan AS Turun, Industri Garmen Ambil Opsi PHK |
PHK, lanjut dia, diprediksi tak hanya menghantui industri tekstil dan alas kaki, tetapi juga merambat ke industri yang bergerak di sektor otomotif.
Industri-industri tersebut dilaporkan mengalami penurunan permintaan dan pendapatan secara signifikan dalam beberapa waktu terakhir.
"Proyeksi yang dikeluarkan oleh perusahaan garmen, tekstil, sepatu, termasuk otomotif, itu bahkan 40 persen hingga 60 persen akan mengalami penurunan. Dari situ PHK tidak bisa dihindari lagi," jelas Adi.
Dia juga menjelaskan, PHK tak juga serta merta dilakukan perusahaan begitu saja. Soalnya, ada syarat dan ketentuan yang dapat mendasarinya. Beberapa di antaranya perusahaan mengalami kesulitan dari sisi arus kas.
PHK dapat dilakukan bila perusahaan mengalami kerugian selama dua tahun secara berturut-turut. Ini juga perlu disampaikan kepada para pekerja sebagai bentuk kejelasan dari perusahaan. PHK juga hanya dapat dilakukan bila pemberi kerja dan pekerja sepakat mengenai hal itu.
"Jadi semua itu tetap harus dikomunikasikan dalam sisi dialog bipartit. Dengan begitu, PHK itu juga dilakukan berdasarkan kesepakatan," tutur Adi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News