Disisi lain, seiring berubahnya status pandemi di Indonesia, apakah belanja online masih akan menjadi pilihan bagi masyarakat?
SVP Marketing & Communications Kredivo Indina Andamari mengatakan, apabila berkaca pada kondisi pascapandemi di 2022 lalu, aktivitas belanja masyarakat masih didominasi secara online meski metode belanja offline mulai kembali menggeliat.
Sejalan dengan hasil riset dari Kredivo dan Katadata Insight Center yang dirilis dalam Laporan Perilaku Konsumen e-Commerce Indonesia 2023 yang menunjukkan bahwa 79,1 persen konsumen memilih untuk menggunakan metode kombinasi antara berbelanja online dan offline.
Dari persentase tersebut, 58,1 persen lebih banyak melakukan pembelian secara online, sementara 21 persen masih lebih condong melakukan pembelian secara offline.
"Di sepanjang 2022 yang menjadi masa pascapandemi, temuan riset menunjukkan porsi belanja online sepanjang 2022 masih mendominasi preferensi belanja masyarakat. Meski beberapa temuan riset menunjukkan ada perubahan dalam tren belanja online masyarakat di tahun 2022, kami optimis belanja online masih tetap menjadi preferensi masyarakat di masa endemi saat ini," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa, 11 Juli 2023.
Baca juga: Survei: E-shopaholics Capai 14% dari Populasi Pembelanja Online di Indonesia |
Melihat tren belanja online di e-commerce yang masih tinggi di masa endemi, Kredivo memperluas integrasi Paylater dengan berbagai merchant di ekosistem e-commerce.
"Dengan demikian, hal ini sejalan dengan peran Paylater yang mampu menjadi stimulus bagi daya beli masyarakat, melalui opsi pembayaran fleksibel dan terjangkau,” imbuh Indina.
Lantas, selain meningkatkan integrasi dengan platform pembayaran digital, tren belanja online apa saja yang harus diantisipasi oleh pelaku UMKM di masa endemi saat ini?
Berikut beberapa temuan Laporan Perilaku Konsumen e-Commerce Indonesia 2023 yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun strategi dagang di masa endemi:
1. Konsumen dari generasi lebih tua alami peningkatan konsisten, pelaku UMKM dapat sediakan kebutuhan yang mendukung kenyamanan hidup mereka
Meskipun generasi millenial masih mendominasi transaksi di e-commerce, namun terdapat peningkatan jumlah transaksi oleh generasi lebih tua yang konsisten setiap tahunnya.
Pada 2020, konsumen berusia 36 ke atas menyumbang 24 persen dari total transaksi, kemudian meningkat menjadi 29 persen di 2021 dan menjadi 31 persen pada 2022.
Untuk memanfaatkan peluang ini, pelaku UMKM dapat menghadirkan produk yang sesuai dengan kebutuhan mereka, seperti halnya peralatan kebersihan, ataupun peralatan yang menunjang kenyamanan dan keamanan rumah.
Selain itu, menjual produk makanan yang bergizi dan baik untuk kesehatan juga memiliki potensi yang cukup besar seiring meningkatnya kesadaran akan pentingnya hidup sehat.
Baca juga: Tren Belanja via E-Groceries Masih Diminati Meski Pandemi Usai |
2. Segmen konsumen yang belum memiliki anak dan lajang lebih berani berbelanja dengan nominal besar, paket bundling dan diskon bisa jadi strategi efektif jangkau segmen ini
Konsumen lajang dan belum memiliki anak memiliki rata-rata nilai transaksi masing-masing senilai Rp368.179 dan Rp368.762 di setiap satu kali transaksi.
Hal ini karena konsumen lajang dan belum memiliki anak cenderung memiliki kemandirian finansial yang lebih tinggi karena mereka hanya bertanggung jawab atas diri mereka sendiri.
Untuk itu, pelaku UMKM dapat memanfaatkan fenomena ini dengan menyediakan penawaran khusus seperti paket bundling atau diskon untuk pembelian dalam jumlah besar.
3. Tren merawat diri semakin digandrungi, pelaku UMKM dapat memanfaatkan momentum dengan menjual produk yang tengah viral
Jumlah transaksi penjualan produk kesehatan dan kecantikan di e-commerce menduduki peringkat ketiga teratas, yakni 14,3 persen. Tingginya jumlah transaksi ini didorong dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat dalam merawat kesehatan dan kecantikan selama pandemi.
Meskipun demikian, persaingan dalam pasar produk kesehatan dan kecantikan di e-commerce sangatlah ketat.
Salah satu strategi yang efektif dalam menjual produk dalam kategori ini adalah dengan menjual produk yang tengah populer di sosial media dan sudah berada dibawah BPOM.
Hal ini karena masyarakat seringkali memiliki kecenderungan untuk takut ketinggalan (FOMO) dalam hal produk kesehatan dan kecantikan.
4. Konsumen yang telah menikah dan memiliki anak lebih doyan belanja, peralatan rumah tangga menjadi produk yang paling banyak dibeli
Sebanyak 58 persen jumlah transaksi berasal dari konsumen yang telah menikah dan 55 persen jumlah transaksi berasal dari konsumen yang memiliki anak.
Produk peralatan rumah tangga menjadi salah satu produk favorit dari kelompok konsumen ini.
Pelaku UMKM dapat memanfaatkan peluang ini dengan menyesuaikan penawaran produk dan strategi promosi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan belanja rumah tangga.
5. Kegiatan offline mulai bergeliat, produk peralatan kantor dan belajar kembali diminati
Di masa transisi, terjadi peningkatan jumlah transaksi produk peralatan kantor dan belajar hampir 1,5 kali lipat. Peningkatan ini dapat dikaitkan dengan mulai kembalinya aktivitas perkantoran dan kegiatan belajar mengajar tatap muka pada saat ini.
Pelaku UMKM dapat memanfaatkan peluang ini dengan menyediakan produk peralatan kantor dan belajar yang bervariatif serta sesuai dengan tren terkini.
Selain itu, penting bagi pelaku UMKM untuk memastikan produk memiliki kualitas yang baik dengan harga yang kompetitif, terutama dalam penjualan grosir kepada perkantoran.
"Untuk dapat mempertahankan bisnis di era endemi, pelaku UMKM disarankan untuk terus mengamati tren dan kebutuhan konsumen, mengadaptasi strategi promosi yang relevan serta terus menjaga kualitas produk," jelas Indina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News