Dengan struktur tarif yang saat ini masih rumit dan rentang tarif CHT antargolongan yang lebar, harga rokok pun menjadi bervariasi sehingga produk rokok yang lebih murah selalu tersedia di pasaran. Akibatnya, pengendalian konsumsi rokok, khususnya di kalangan anak dan remaja, semakin sulit dilakukan.
Penulis Policy Paper & Expert Visi Integritas Danang Widoyoko mengatakan jika upaya pengendalian tembakau tidak memadai. Bappenas memproyeksi prevalensi merokok penduduk usia 10-18 tahun akan naik hingga 16 persen pada 2030 atau meleset jauh dari target dalam RPJMN 2020-2024 sebesar 8,7 persen pada 2024.
"Reformasi kebijakan cukai tembakau dapat dilakukan dengan melanjutkan kebijakan peningkatan tarif cukai agar mendekatkan jarak cukai antargolongan, penurunan jumlah produksi yang menjadi kriteria penggolongan cukai serta pengurangan jumlah layer untuk menutup celah penghindaran pajak," kata dia dalam webinar dilansir di Jakarta, Selasa, 25 Oktober 2022.
Ia mengungkapkan, untuk memastikan bahwa reformasi kebijakan cukai hasil tembakau tetap berlanjut dan berkesinambungan maka pemerintah perlu menyusun kebijakan yang bersifat lintas tahun (multiyears policy) atau menyusun kembali peta jalan (roadmap) tentang struktur tarif cukai tembakau.
Direktur Kebijakan Center for Indonesia's Strategic Development Initiative (CISDI) Olivia Herlinda mengatakan, konsekuensi dari struktur tarif cukai yang kompleks adalah rentang harga yang lebar dari rokok harga yang paling mahal dan paling murah yang justru membuat konsumen memiliki opsi untuk beralih ke harga yang lebih murah.
Olivia menyampaikan bahwa kenaikan cukai rokok dan penyederhanaan struktur tarif cukai sudah terbukti memiliki dampak positif. Menurutnya, selisih tarif cukai Golongan 1 dan 2 yang masih besar memungkinkan perusahaan memiliki ruang lebih lebar untuk mengelola biaya sekaligus menjaga harga produk yang kompetitif.
"Banyaknya strata tarif cukai rokok menyebabkan industri rokok dapat mencari celah untuk menyesuaikan harga rokok, hingga menurunkan jumlah produksinya untuk turun golongan demi menghindari tarif cukai yang tinggi. Karena golongan 1 dan 2 sebenarnya gap-nya lumayan besar sehingga memungkinkan perusahaan menjual produk dengan lebih murah," katanya.
Baca juga: Optimalkan Penerimaan Negara, Pemerintah Diminta Tambah Alternatif Barang Kena Cukai |
Peneliti Bidang Sosial Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Rohani Budi Prihatin sepakat bahwa penyederhanaan struktur cukai dapat dilakukan sebagai salah satu cara untuk mengurangi variasi harga rokok. Apalagi mengingat bahwa rokok ialah zat adiktif dan cukai merupakan instrumen pengendalian konsumsinya.
"Bagian kelompok mesin paling mudah disederhanakan, daripada SKT. Selain itu roadmap juga harus kita jalankan karena dampaknya bagi penerimaan negara lebih besar, dan di saat yang sama akan menurunkan prevalensi perokok anak sesuai target RPJMN pada 2024," ujarnya.
Sementara itu Analis Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febri Pangestu mengatakan, kebijakan CHT oleh pemerintah selalu dilakukan dengan mempertimbangan empat pilar utama, yaitu pengendalian konsumsi, rokok ilegal, penerimaan negara, dan kesejahteraan pekerja/petani tembakau.
"Penyederhanaan struktur tarif cukai sudah masuk dalam Perpres 18/2020 tentang RPJMN 2020-2024, dan akan menjadi salah satu hal yang selalu dipertimbangkan Kementerian Keuangan dalam merumuskan kebijakan cukai untuk mendukung prevalensi perokok dewasa maupun perokok anak," ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News