Ilustrasi. Foto: dok MI.
Ilustrasi. Foto: dok MI.

Kebijakan Antidumping Keramik Bisa Jadi Bumerang, Ancam Jutaan Pekerja di Industri Hilir

Eko Nordiansyah • 05 Juli 2024 10:20
Jakarta: Pemerintah akan mengenakan bea masuk hingga 199,88 persen untuk sejumlah komoditas asal Tiongkok yang membanjiri pasar dalam negeri. Kebijakan tersebut menuai banyak sorotan dari berbagai pihak sebab dikhawatirkan malah menjadi bumerang bagi industri dalam negeri.
 
Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto meminta pemerintah lebih berhati-hati atas rencana penerapan kebijakan tarif bea masuk tersebut. Karena jika kebijakan tersebut ditujukan untuk melindungi industri tekstil, maka model kebijakannya harus dibuat lebih spesifik dan tidak digeneralisir kepada seluruh industri lainnya.
 
"Yang terancam kan industri tekstil, jadi model kebijakannya sebaiknya dikhususkan untuk industri tersebut," kata Darmadi dalam keterangannya dilansir Jumat, 5 Juli 2024.

Darmadi menjelaskan, kebijakan dan pendekatan setiap sektor industri tentunya berbeda-beda, dan tidak bisa disamakan begitu saja. Maka, langkah yang paling relevan harus dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag), yaitu mengidentifikasi persoalan di setiap sektor industri dibarengi kajian yang mendalam.
 
Dia memprediksi potensi membanjirnya barang-barang ilegal akan sulit dibendung, jika kebijakan tersebut diterapkan tanpa dibarengi dengan penegakan hukum yang memadai. Menurutnya, setiap jenis barang yang dikenakan pajak sampai 200 persen justru akan semakin menyuburkan masuknya barang ilegal.
 
"Dan industri dalam negeri kita ujungnya akan kolaps jika barang ilegal membanjiri industri dalam negeri. Kemungkinan adanya efek semacam ini mestinya dipikirkan oleh Kemendag. Pertanyaannya, apakah pemerintah siap dengan penegakkan hukumnya jika kebijakan tersebut diterapkan?" kata Darmadi.
 
Baca juga: Ada Skema Right to Match di Lelang Tol MBZ, Apa Itu?
 

Gugat ke WTO

Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS), Dandy Rafitrandi mengatakan, pemerintah harus berhati-hati dalam menetapkan bea masuk ini. Dandy mengatakan harus ada basis data yang kuat sebelum mematok bea masuk tersebut, karena jika tidak kebijakan ini bisa menjadi bumerang bagi perekonomian Indonesia.
 
"Jadi menurut saya kita lihat apakah kebijakan ini memang didukung data-data yang tepat. Kalau nanti dari Tiongkok menanyakan alasan penerapan bea masuk tersebut, dan kita tidak bisa memberikan argumen dengan data yang tepat, bahwa memang terjadi dumping dan sebagainya, itu kita akan bisa digugat ke World Trade Organization atau WTO," kata Dandy.
 
Ia mengatakan, kalaupun tidak digugat ke WTO, Tiongkok diprediksi tidak akan tinggal diam. Perang dagang antar kedua negara bisa saja terjadi dan hal itu bisa berdampak lebih buruk bagi kondisi perekonomian nasional. Terlebih saat ini kuasa modal Tiongkok di Indonesia cukup kuat dan mendominasi.
 
"Kalau Tiongkok mau melakukan itu, dampaknya akan lebih besar lagi ke Indonesia, karena kita rantai pasok Indonesia masih bergantung dengan barang-barang dari Tiongkok. Jadi menurut saya harus berpikir dua kali, dan harus disertai dengan data yang kuat kalau kita mau melakukan unilateral trade policy seperti itu," kata dia.
 
Baca juga: Perusahaan Gas Alam Perkuat Penyaluran CNG dengan Pertamina EP
 

Ancaman PHK

Ketua Umum Forum Supplier Bahan Bangunan Indonesia (FOSBBI), Antonius Tan mengatakan, penerapan tarif bea masuk sebesar 200 persen akan menimbulkan dampak yang sangat besar bagi industri hilir keramik Indonesia. Dengan diterapkannya aturan khususnya untuk produk ubin keramik dari Tiongkok akan mengakibatkan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri hilir keramik.
 
"Dengan berlakunya Antidumping maka angka pengangguran akan bertambah akibat dari tutupnya perusahaan Importir dan perdagangan umum, perusahaan supplier, perusahaan bahan bangunan dan lainnya yang tidak dapat meneruskan usahanya, akibat tarif pajak antidumping yang sangat tinggi," paparnya.
 
Antonius mengungkapkan, 500 ribu karyawan yang akan terkena PHK terdiri dari Perusahaan Perdagangan Umum yang sudah berkiprah dalam andil pembangunan di negara Indonesia selama 30 tahun lebih akan terimbas dan terancam tidak dapat melanjutkan bisnisnya. Kemudian perusahaan-perusahaan penyalur ubin keramik.
 
"Proses kebangkrutan juga hanya tinggal menunggu waktu dari sektor perusahaan jasa forwarder, perusahaan penyewaan truk trailer angkutan kontainer dan buruh kerja di pelabuhan-pelabuhan, semua akan terdampak. Belum lagi dari sektor industri hilir lainnya pasti akan terdampak domino ini," jelasnya.
 
Menurutnya, adanya kebijakan antidumping produk ubin porcelain lebih besar mudaratnya dibanding manfaatnya bagi masyarakat, khususnya bagi industri hilir. Dengan berlakunya Antidumping yang belum siap diikuti oleh produsen dalam negeri, ia menilai, maka akan terjadi kekosongan barang di pasar yang selama ini disubstitusi dengan barang impor.
 
Saat ini, produksi dalam negeri yaitu ubin keramik body merah dengan standar penyerapan air di atas 10 persen, sedangkan produk impor adalah ubin porcelain body putih dengan standar penyerapan air di bawah lima persen. Menurutnya, produsen dalam negeri dalam kurun waktu 30 tahun lebih tidak melakukan modernisasi teknologi mesin.
 
"Mereka merasa nyaman dengan pasar keramik body merah dan mereka tidak sadari permintaan pasar semakin meningkat dan maju mengikuti perkembangan zaman, akhirnya pangsa pasar yang tidak ada barang di dalam negeri diisi oleh importir selama 30 tahun lebih," jelasnya.
 
Pemerhati industri Achmad Widjaja sebelumnya menyebut, produk keramik impor yang masuk ke pasar dalam negeri merupakan produk yang belum banyak diproduksi oleh industri dalam negeri. Artinya, jika pemerintah memberlakukan antidumping, artinya pemerintah harus tahu bahwa industri keramik nasional belum siap. 
 
"Kalau anti dumping diberlakukan, apakah setahun atau tiga tahun berikutnya industri ini akan berubah, pastinya tidak, kenapa? Karena industri itu bisa dilihat bertumbuh itu dari lima tahun sebelumnya. Pertanyaannya? Pemerintah harus cek lima tahun sebelum terjadi safeguard dua sampai tiga kali ini apa yang telah dilakukan oleh industri, agar semua perdagangan bisa dinetralisir," ujarnya.
 
Antidumping ubin keramik saat ini dilakukan di tengah masih berlakunya Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) tahun ke-6. Saat ini Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) melakukan penyelidikan BMTP kembali untuk diperpanjang yang ketiga kalinya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan