Apindo mengingatkan pemerintah, pasal-pasal yang bermasalah dalam PP 28/2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) dikhawatirkan dapat menciptakan ketidakstabilan di berbagai sektor terkait, termasuk ritel, pertanian, dan industri kreatif yang bergantung pada ekosistem IHT.
Aturan yang menjadi sorotan di antaranya wacana standardisasi berupa kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau maupun rokok elektrik yang tertuang dalam RPMK, serta ketentuan dalam PP meliputi zonasi larangan penjualan dan iklan hingga aturan batasan tar nikotin yang menimbulkan kekhawatiran bagi para pelaku usaha.
"Kita sudah melakukan berbagai koordinasi dan kajian, di mana sebenarnya PP 28 ini cukup memberatkan bagi multisektor, baik industri, pedagang, petani, dan sebetulnya juga konsumen. Dalam hal ini tentu kita diminta untuk secara aktif memberi masukan dalam konteks dikeluarkannya peraturan menteri turunannya," kata Wakil Ketua Umum Apindo Franky Sibarani dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 12 September 2024.
Menurutnya, masalah besar dari PP No 28/2024 hingga menuai protes dari berbagai kalangan, karena dalam proses pembuatan sampai dengan isinya kurang tepat. Dalam merumuskan PP 28/2024 ini pemerintah tidak melibatkan industri, baik pembina industri maupun pelaku industrinya di saat yang sama industri sedang mengalami kondisi yang memprihatinkan.
"Kondisi industri saat ini dalam kondisi terkontraksi, akibat penurunan permintaan pasar baik global maupun lokal. Regulasi yang dibuat jangan sampai mematikan industri tembakau dan sektor-sektor terkait. Jadi artinya, kalau peraturan (PP 28/2024) ini akan terus diterapkan, maka kontraksi itu akan berkepanjangan," ucapnya.
Mewakili asosiasi-asosiasi sektor terkait, Franky menyampaikan, pihaknya menyoroti kebijakan yang diambil pemerintah ini tanpa mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan kesehatan dan dampak ekonomi dapat mengganggu kestabilan perekonomian nasional.
"Jadi keprihatinan inilah mengapa kita semua, baik petani, pedagang, maupun industri memberi warning kepada pengambil kebijakan (pemerintah), agar berhati-hati. Karena kalau tidak (hati-hati) maka kontraksi industri ini akan semakin besar," kata dia.
Baca juga: Ancam Perekonomian Daerah, PP 28/2024 Diminta Dicabut |
Libatkan seluruh pihak
Apindo mendesak agar proses penyusunan dan pelaksanaan PP No 28/2024 dan RPMK lebih terbuka dan melibatkan seluruh pihak terdampak secara komprehensif, guna mewujudkan kebijakan yang berimbang dan berbasis pembuktian (evidence-based policy)."Kami tidak menolak regulasi, tetapi regulasi ini harus disusun dan diterapkan secara adil dan berimbang, mengingat perkembangan perekonomian terkini serta kompleksitas posisi industri hasil tembakau dalam menopang ekonomi nasional. Kami juga mendukung komitmen pelaku usaha industri hasil tembakau untuk meningkatkan edukasi dan literasi pencegahan merokok kepada kelompok usia di bawah 21 tahun," tegas Franky.
Ia menggarisbawahi pentingnya pemerintah melakukan pendalaman, bahwa kondisi sosio-ekonomi Indonesia sangat berbeda dengan industri tembakau yang menyerap banyak tenaga kerja, jadi tidak bisa hanya berkaca ke negara-negara tertentu untuk begitu saja mencontoh kebijakannya tanpa pendalaman.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan turut menyuarakan kekhawatirannya terhadap dampak kebijakan yang terlalu ketat. Menurut dia, pengetatan kebijakan terhadap IHT justru menyuburkan peredaran rokok ilegal.
"Rokok ilegal akan semakin menjamur jika regulasi yang diterapkan justru menekan industri formal. Kemasan polos dan pembatasan iklan luar ruang bukanlah solusi efektif untuk menurunkan prevalensi merokok, tetapi hanya akan membuka jalan bagi produk ilegal yang merugikan negara dari segi penerimaan cukai," kata Henry.
Kemudian, Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji menyoroti dampak besar yang akan dialami petani tembakau jika ketentuan ini diterapkan secara ketat. Ia pun menegaskan pentingnya melibatkan para petani dalam setiap tahap pengambilan keputusan IHT.
"Petani tembakau menggantungkan hidupnya pada industri ini. Peraturan yang tidak memperhitungkan keberlanjutan sektor pertanian akan memukul keras para petani beserta yang telah berkontribusi besar terhadap perekonomian lokal," ujar Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News