Hal tersebut disampaikan Gede menanggapi skandal mark up impor beras Bapanas-Bulog Gate yang berpotensi membuat negara rugi hingga Rp8,5 triliun. Kasus yang dilaporkan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) ke KPK turut menyeret nama kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Dirut Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.
"Banyaknya impor dengan kurs yang semakin lemah akan menguras devisa dan sekaligus mengurangi pertumbuhan ekonomi," tegas Gede dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 19 Juli 2024.
Gede pun menagih pertanggungjawaban Bapanas-Bulog terkait potensi terbebaninya devisa dan melambatnya pertumbuhan ekonomi imbas skandal mark up impor beras tersebut. Gede meminta Bapanas dan Bulog dapat bertanggung jawab dihadapan hukum.
"Kalau memang terbukti jelas harus bertanggung jawab secara hukum ya," ungkap Gede.
Ia melanjutkan, Bapanas dan Bulog pimpinan Arief Prasetyo Adi-Bayu Krisnamurthi juga harus dapat menjawab secara gamblang tudingan dari keterlibatan dari skandal mark up dengan nilai kerugian mencapai Rp8,5 triliun tersebut.
"Bulog dan Bapanas harus menjawab potensi mark up impor beras yang dituduhkan banyak pihak," pintanya.
Skandal mark up impor beras
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto membeberkan fakta terbaru dari permainan skandal mark up impor beras. SDR telah melaporkan skandal mark up impor beras Bapanas-Bulog Gate 2024 ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Berdasarkan data yang kami temukan diperoleh informasi rata-rata harga yang dikenakan (Bulog)untuk beras seharga USD660 per ton cost, insurance, and freight (CIF)," kata Hari beberapa waktu lalu.
Ia melanjutkan, Bulog juga mengimpor beras dengan harga rata-rata USD655 per MT CIF Indonesia. Hal ini, kata Hari Purwanto, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2024.
"Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat pada Maret 2024 RI sudah mengimpor beras sebanyak 567,22 ribu ton atau senilai USD371,60 juta. Berarti Bulog mengimpor beras dengan harga rata-rata USD 655 per MT CIF Indonesia," papar Hari.
Ia menambahkan, kebohongan Bulog semakin terkuak lantaran realisasi harga dari pemenang tender lainnya jauh lebih tinggi daripada penawaran perusahaan asal Vietnam Tan Long Group yang hanya USD538 per ton.
Baca juga: Kasus Dugaan Mark Up Impor Beras, Bapanas-Bulog Jangan Berdalih Bansos Pangan |
Tan Long Group menyebut salah satu anggotanya yakni LOC TROI berhasil memenangkan tender Bulog 100 ribu ton beras lantaran mengajukan harga lebih rendah USD15 per ton dari yang mereka tawarkan. Harga ini jauh lebih rendah dari yang ditawarkan Tan Long group sebesar USD538 per ton.
Namun dalam data yang dimiliki Bulog atau joint stock realisasi harga dari pemenang tender yakni LOC TROI sebesar USD604 per ton. Padahal berkaca klaim dari Tan Long Group maka LOC TROI seharusnya hanya mengajukan harga penawaran hanya sebesar USD523 per ton Free on Board (FOB).
Dengan demikian, jika dihitung dari Cost, Insurance, and Freight (CIF) LOC TROI yang ada di dalam data Bulog yakni USD604 per ton terdapat selisih harga USD46 per ton. Terlebih jika harga CIF milik Loc Troi dikurangi USD15 per ton dari harga penawaran Tan Long USD573 per ton yaitu USD558 per ton.
"Ini selisih dari Loc Troi yang dapat order 100 ribu per ton dikali USD46 per ton sama dengan USD4,6 juta. Ini mark up harga Bulog dari satu perusahaan, Loc Troi. Belum mark up dari perusahaan lain yang jumlahnya 2,2 juta ton. Untungnya lebih dari Rp2,7 triliun. Ini skandal Bapanas-Bulog Gate 2024," beber Hari.
Negara rugi hingga Rp8,5 triliun
Sementara itu, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan membeberkan perhitungannya soal kerugian negara yang ditimbulkan apabila mark up terjadi pada impor beras 2023 dan Januari-April 2024 yang mencapai 4,83 juta ton.
"Total impor beras 2023 mencapai 3,06 juta ton, dan Januari-April 2024 sudah mencapai 1,77 juta ton. Total 4,83 juta ton. Kalau modus mark up sebesar USD117 per ton ini terjadi sejak 2023, maka kerugian negara mencapai USD565 juta atau sekitar Rp8,5 triliun," tukas Anthony.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News