Namun, sektor pertambangan batu bara Indonesia ikut terdampak dengan melemahnya rupiah. Apalagi, mata uang Indonesia kembali melemah menjadi Rp16.400 per USD pada 25 Juni 2024.
Asumsi pelemahan nilai rupiah akan membawa dampak negatif tak sepenuhnya berdampak negatif ke bisnis batu bara Tanah Air. Fenomena ini ternyata membawa sejumlah dampak positif bagi pertambangan dalam negeri.
Pemasukan naik
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif, mengakui pelemahan rupiah dapat juga dapat menguntungkan perusahaan tambang.
"Ini tergantung dari perusahaan masing-masing," ujar Irwandy Arif, Senin, 24 Juni 2024.
Misalnya, sejumlah perusahaan tambang batu bara menjual komoditasnya untuk pasar luar negeri. Terang saja ini akan menambah pendapatan.
Baca juga: Tak Ada yang Bisa Intervensi Pemerintah soal Pelarangan Ekspor Mineral |
Biaya operasional tergerek
Di sisi lain, biaya produksi dan operasional perusahaan meningkat. Sebab, banyak barang yang dibutuhkan bisnis batu bara nasional diimpor dari luar negeri.
"Pelemahan rupiah tentu akan menambah pengeluaran bagi pembelian alat atau barang luar negeri. Ya pokoknya semua pembelian yang harus dibayar dari luar, harus dibayar dalam dolar AS, itu ya biaya bertambah tentunya kan dalam rupiah," terang Irwandy.
Selain itu, depresiasi rupiah juga dapat menyebabkan inflasi yang lebih tinggi untuk harga barang-barang pertambangan. Kondisi ini dapat mengurangi pemasukan perusahaan yang fokus menyasar pasar dalam negeri.
Misalnya, PT Bukit Asam (PTBA) tidak merasakan "manis" pemasukan yang meningkat dari pelemahan rupiah. Sebab, sebagian penjualan PT Bukit Asam ditujukan untuk pasar domestik.
Sementara itu, bahan baku atau pembelian alat tetap dalam dolar. (Riza Aslam Khaeron)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News