Jakarta: Kementerian Pertanian (Kementan) saat ini akan menjalankan strategi baru untuk menghadapi krisis pangan global. Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, strategi baru memang perlu disusun karena pembangunan pertanian saat ini sedang dihadapkan pada berbagai masalah.
Setidaknya, terdapat tiga strategi utama yang akan dijalankan oleh Kementan. Pertama, peningkatan kapasitas produksi untuk komoditas yang mengendalikan inflasi, seperti cabai dan bawang. Lalu peningkatan kapasitas produksi juga akan dilakukan untuk menekan impor.
"Untuk menekan impor maka kita akan tingkatkan kapasitas produksi kedelai, gula tebu, dan daging sapi," ungkapnya dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi IV DPR RI, Rabu, 31 Agustus 2022.
Strategi kedua, Kementan akan mengembangkan komoditas-komoditas yang dijadikan sebagai substitusi impor. Untuk pengganti gandum, Kementan akan mendorong budi daya ubikayu, sorgum, dan sagu. Sementara untuk gula tebu, akan difokuskan untuk mengembangkan gula non tebu, seperti stevia, aren, dan lontar.
"Untuk pengganti daging sapi, kita akan kembangkan daging kambing, domba, itik, dan ayam lokal," kata Syahrul.
Sementara strategi ketiga yang akan dilakukan adalah peningkatan ekspor. Komoditas-komoditas yang akan diprioritaskan adalah sarang burung walet, porang, ayam, dan telur. Syahrul mengakui, tantangan yang dihadapi saat ini memang luar biasa sehingga diperlukan kerja sama semua pihak.
"Tantangan pertanian ke depan tidak ringan. Pada 2023 itu menurut IMF (International Monetary Fund) dan Bapak Presiden (Joko Widodo) yang akan dihadapi adalah bukan sesuatu yang biasa-biasa saja," tegasnya.
Indonesia, menurut Syahrul baru saja mendapatkan penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI) atas ketangguhan sistem pangan dan pertanian dalam menghadapi tantangan yang tidak biasa. Indonesia juga mendapat pengakuan atas keberhasilannya mencapai swasembada beras selama tiga tahun terakhir.
"Penghargaan itu merupakan pengakuan terhadap capaian kinerja selama ini dan sekaligus menjadi penyemangat kita dalam hadapi krisis pangan global," pungkas Syahrul.
Setidaknya, terdapat tiga strategi utama yang akan dijalankan oleh Kementan. Pertama, peningkatan kapasitas produksi untuk komoditas yang mengendalikan inflasi, seperti cabai dan bawang. Lalu peningkatan kapasitas produksi juga akan dilakukan untuk menekan impor.
"Untuk menekan impor maka kita akan tingkatkan kapasitas produksi kedelai, gula tebu, dan daging sapi," ungkapnya dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi IV DPR RI, Rabu, 31 Agustus 2022.
Strategi kedua, Kementan akan mengembangkan komoditas-komoditas yang dijadikan sebagai substitusi impor. Untuk pengganti gandum, Kementan akan mendorong budi daya ubikayu, sorgum, dan sagu. Sementara untuk gula tebu, akan difokuskan untuk mengembangkan gula non tebu, seperti stevia, aren, dan lontar.
"Untuk pengganti daging sapi, kita akan kembangkan daging kambing, domba, itik, dan ayam lokal," kata Syahrul.
Baca juga: Gawat! Pemerintah Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Pertanian 2023 Jadi 3,7% |
Sementara strategi ketiga yang akan dilakukan adalah peningkatan ekspor. Komoditas-komoditas yang akan diprioritaskan adalah sarang burung walet, porang, ayam, dan telur. Syahrul mengakui, tantangan yang dihadapi saat ini memang luar biasa sehingga diperlukan kerja sama semua pihak.
"Tantangan pertanian ke depan tidak ringan. Pada 2023 itu menurut IMF (International Monetary Fund) dan Bapak Presiden (Joko Widodo) yang akan dihadapi adalah bukan sesuatu yang biasa-biasa saja," tegasnya.
Indonesia, menurut Syahrul baru saja mendapatkan penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI) atas ketangguhan sistem pangan dan pertanian dalam menghadapi tantangan yang tidak biasa. Indonesia juga mendapat pengakuan atas keberhasilannya mencapai swasembada beras selama tiga tahun terakhir.
"Penghargaan itu merupakan pengakuan terhadap capaian kinerja selama ini dan sekaligus menjadi penyemangat kita dalam hadapi krisis pangan global," pungkas Syahrul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News