Pengembangan hilirisasi industri pengolahan kakao sendiri diarahkan untuk menghasilkan bubuk cokelat, lemak cokelat, makanan dan minuman dari cokelat, suplemen dan pangan fungsional berbasis kakao, serta pengembangan cokelat artisan.
Apalagi potensi Indonesia saat ini merupakan negara pengolah kakao ketiga terbesar di dunia yang memproduksi berbagai produk kakao olahan seperti cocoa pasta/liquor, cocoa cake, cocoa butter, dan cocoa powder.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan, sebagian produk tersebut diolah lebih lanjut di dalam negeri (sekitar 20 persen), dan selebihnya diekspor ke lebih dari 96 negara di lima benua.
"Ekspor produk intermediate tersebut telah menjadikan Indonesia sebagai pemasok rantai global dengan kontribusi sekitar 9,17 persen dari kebutuhan dunia," ungkap Putu dikutip dari keterangan tertulis, Kamis, 24 Agustus 2023.
Menurut dia, peningkatan nilai ekspor kakao olahan didukung oleh sejumlah investasi perusahaan multinasional. "Hal ini merupakan dampak dari kebijakan bea keluar terhadap ekspor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67 Tahun 2010," terang Putu.
Baca juga: Tingkatkan Kualitas Biji Kakao, Petani Diminta Implementasikan Metode Fermentasi |
Kapasitas terpasang naik jadi 739 ribu ton
Dari investasi tersebut juga, lanjut Putu, semula kapasitas terpasang industri pengolahan kakao sebesar 560 ribu ton per tahun, naik menjadi 739.250 ton per tahun. Selain itu, ekspor biji kakao pada 2013 sebesar 188.420 ton (senilai USD446 juta), turun menjadi 24.603 ton (senilai USD64 juta) pada 2022.
Namun sebaliknya, volume ekspor produk olahan kakao justru mengalami peningkatan dari 196.333 ton (senilai USD654 juta) pada 2013 menjadi 327.091 ton (senilai USD1,1 miliar) pada 2022.
"Sejak 2015, ekspor kakao olahan kita selalu di atas USD1 miliar. Bahkan, Indonesia sudah menjadi pemain global kakao olahan, dengan posisi ekspor cocoa butter kita nomor dua di dunia setelah Belanda," ungkap Putu.
Lebih lanjut, Putu menyampaikan, lima tahun lalu komposisi ekspor kakao olahan antara (intermediate product) sebesar 85 persen, dan 15 persen diproses lebih lanjut di dalam negeri menjadi produk akhir (finished good) berupa makanan dan minuman berbasis cokelat.
"Saat ini, komposisi produksi olahan cokelat di dalam negeri telah meningkat menjadi 20 persen. Artinya produk kakao olahan di dalam negeri mengalami penguatan atau terjadi hilirisasi lebih lanjut," tutup Putu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News