Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (Keris) Ali Mahsun Atmo mengatakan selama ini pihaknya menyadari pentingnya penjualan produk tembakau hanya untuk konsumen dewasa mengacu pada PP Nomor 109 Tahun 2012. Komitmen ini merupakan inisiatif para peritel, yang selama ini tidak pernah mendapat edukasi mengenai hal tersebut dari Kemenkes.
“Kami mendeklarasikan bersama 27 organisasi lainnya bahwa rokok itu bukan untuk anak-anak, pelaku ekonomi rakyat telah mematuhi peraturan pemerintah yang berlaku. Untuk menurunkan jumlah konsumsi rokok, pemerintah itu harusnya melakukan edukasi, bukan dengan melarang menjual rokok,” kata dia dilansir, Rabu, 4 September 2024.
Ali menyebut, PP 28/2024 memiliki dampak serius yang dapat mengancam penghidupan ekonomi rakyat sampai mempersempit lapangan kerja yang semestinya menjadi fokus perlindungan pemerintah. Selain itu, ia berpendapat pelarangan ini justru tidak menyasar pada target utamanya, yaitu anak-anak, melainkan berpotensi memunculkan pungutan liar.
Baca juga: Pengesahan PP 28/2024 Buru-buru, Jutaan Pekerja di Ekosistem Pertembakauan Terancam |
Terpisah, Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Koperasi Ritel Indonesia (Akrindo) Anang Zunaedi mengatakan, pedagang ritel dan koperasi telah menjalankan penjualan produk tembakau sesuai aturan yang berlaku. Penempatan produk tembakau juga diatur guna menyeleksi konsumen atau calon konsumen yang ingin membeli produk tembakau secara langsung.
Anang juga mengaku selama ini belum pernah mendapatkan edukasi untuk pelarangan penjualan produk tembakau ke anak di bawah umur dari instansi terkait, yaitu Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Justru, pihaknya bersama anggota Akrindo lainnya memperoleh edukasi dari industri untuk pelarangan penjualan produk tembakau ke anak di bawah umur.
“Justru kami mendapatkan materi edukasi dari pihak industri, salah satunya penempelan stiker batasan usia untuk penjualan produk tembakau, bukan dari pihak kesehatan. Kami juga belum pernah diajak sosialisasi oleh Kemenkes, sampai PP ini disahkan pun tidak pernah diajak duduk bareng. Kami sudah beberapa kali mengirim surat untuk bahas dari RPP Kesehatan sampai sekarang disahkan pun tidak pernah diundang,” ujarnya.
Selain itu, Anang menyoroti tidak efektifnya upaya yang dilakukan Kemenkes, salah satunya hotline quit smoking karena sangat minum edukasi di lapangan. Hal ini membuktikan kurangnya inisiatif pelibatan pemangku kepentingan terhadap efektivitas dari kebijakan yang dijalankan pemerintah.
“Saya lihat memang tidak efektif karena minimnya edukasi dari Kemenkes atau dinas sosial terkait. Aturan ini akan menekan omzet kawan-kawan UMKM setidaknya 50 persen. Oleh karena itu, kami dari Akrindo menolak dan akan terus menyuarakan supaya PP 28/2024 ini bisa dibatalkan,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News