"Meski begitu, kebanyakan mereka tidak memiliki pemahaman (kecakapan) terhadap media sosial," ucap Junaedi dalam webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatra Barat di Kabupaten Lima Puluh Kota, dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 30 April 2024.
Junaedi mengatakan, media sosial merupakan media untuk bersosialisasi satu sama lain. Hal itu dilakukan secara online, yang memungkinkan manusia saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu.
"Agar cermat bermain platform digital yang satu ini, pengguna perlu memiliki kompetensi kecakapan digital (digital skill)," tutur Junaedi.
Junaedi Akbar menambahkan, dari berbagai macam media sosial, aplikasi percakapan WhatsApp masih menjadi media paling populer digunakan masyarakat Indonesia.
Persisnya, dari 139 juta pengguna media sosial (2023), sebanyak 92,1 persen diantaranya menggunakan aplikasi WhatsApp. Aplikasi tak kalah populer lainnya adalah Instagram (86,5 persen), Facebook (83,8 persen), TikTok (70,8 persen), Telegram (64,3 persen), dan Twitter (60,2 persen).
Junaedi menyebut, media sosial tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Facebook, misalnya, meskipun unggul dari sisi penggunanya tapi penggunanya terlalu heterogen sehingga informasinya pun beragam.
"Kelebihan Instagram, memiliki fitur menarik namun hanya terbatas untuk unggah foto dan video. Twitter menjadi alat distribusi informasi ringkas dan cepat, namun karakter dibatasi. Sedangkan YouTube, jadi penyaji info berupa video dengan durasi tak terbatas, tapi beragam dan banyak iklan," rinci Junaedi.
Menurut dia, bermain media sosial hendaknya perlu paham fitur menu pengaturan akun. "Mengatur privasi, memblok akun, mengatur keamanan maupun integrasi akun," ucap Junaedi mengingatkan.
Baca juga: Ingat, Bermedia Sosial Wajib Punya Etika |
Tingkatkan literasi digital
Terkait tema diskusi, praktisi pendidikan Imam Wicaksono mengatakan, bermain media sosial perlu memiliki kompetensi literasi digital. Di antaranya, paham etika, cakap menggunakan alat, dan wajib mengikuti aturan.
"Dunia digital yang bebas jangan diartikan bebas tanpa aturan, etika, apalagi norma. Jangan sampai ketidakcakapan kita dalam berkomentar justru merepotkan dan membawa kita kepada hal-hal yang tidak baik," jelas Imam.
Sementara, menurut Kepala Bidang Pembinaan Ketenagaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lima Puluh Kota Harnieti, bermain media sosial butuh kompetensi literasi digital terkait etiket berinternet (netiket).
"Di ruang digital, kita akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai orang dari beragam latar budaya. Selain itu, interaksi antar-budaya akan menciptakan standar baru tentang etika," imbuh Harnieti.
Untuk diketahui, webinar seperti dihelat di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumbar, ini merupakan bagian dari Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) yang dilaksanakan sejak 2017. Program literasi digital Kominfo tersebut tahun ini mulai bergulir pada Februari 2024.
Berkolaborasi dengan Siber Kreasi dan 142 mitra jejaring seperti akademisi, perusahaan teknologi, serta organisasi masyarakat sipil, program ini membidik segmen pendidikan dan segmen kelompok masyarakat sebagai peserta.
Meningkatkan kecakapan warga masyarakat menuju Indonesia yang 'Makin Cakap Digital' menjadi penting, karena menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet di Indonesia pada 2024 telah mencapai 221,5 juta jiwa dari total populasi 278,7 jiwa penduduk Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News