Ilustrasi petani tembakau. Foto: dok MI/Tosiani.
Ilustrasi petani tembakau. Foto: dok MI/Tosiani.

Mulai Musim Tanam, Petani Tembakau Malah Dibikin Was-was Aturan Ini

Eko Nordiansyah • 23 Mei 2023 22:25
Jakarta: Para petani tembakau anggota Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Temanggung berharap polemik terkait tembakau yang disamakan dengan narkotika dan psikotropika dalam Pasal 154 tentang Pengamanan Zat Adiktif di RUU Kesehatan dapat segera dihentikan. 
 
Ketua Dewan Perwakilan Cabang APTI Kabupaten Temanggung Siyamin, para petani sebagai elemen hulu di ekosistem pertembakauan turut merasakan dampak upaya kriminalisasi tembakau. Apalagi saat ini para petani sedang menanam harapan dengan dimulainya musim tanam tembakau.
 
"Tahun ini diprediksi bakal kemarau panjang sehingga diharapkan cuaca bersahabat bagi petani tembakau. Tapi, di tengah dukungan cuaca baik ini, para petani justru dihadapkan pada rancangan regulasi yang tidak adil," kata dia, Selasa, 23 Mei 2023.

Namun ia menyayangkan keberadaan RUU Kesehatan yang memposisikan tembakau dan hasil tembakau sama dengan narkotika dan psikotropika. Hal ini tentu membuat para petani merasa kecewa karena sudah turun temurun menanam tembakau sebagai sumber penghidupan.
 
Dalam semangat kebersamaan, kelompok tani Pangkuan Sumbing, sebagai bagian dari APTI Temanggung melakukan tanam tembakau bersama (nandur mbako bareng) pada Sabtu, 12 Mei lalu di Dusun Butuh, Tanggulanom, Kecamatan Selopampang.
 
"Kementan tentunya mendukung para petani tembakau untuk meningkatkan produktivitas. Kementan bersama petani menolak dan menyayangkan polemik regulasi pertembakauan," ujar Koordinator Tanaman Semusim, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian Ronald Evan Zigler.
 
Wakil Bupati Temanggung, Heri Ibnu Wibowo berkomitmen melindungi petani tembakau dan mengawal regulasi yang menindas masa depan petani. Terlebih Temanggung menjadi sentra tembakau sehingga daerah dan masyarakatnya dibangun dan bergantung pada tembakau. 
 
"Oleh karena itu, jangan sampai petani dipersulit dalam memperjuangkan mata pencahariannya. Petani harus bisa berdaya saing dan sejahtera. Selama ini petani jatuh, bangkit dan masih harus dihimpit regulasi yang tidak melindungi petani," katanya.
 
Baca juga: Petani Tembakau Dibikin Risau Gara-gara Rokok Disamakan dengan Narkoba

 
Ketua APTI Pamekasan Samukrah mengaku kecewa terkait pengaturan tembakau di RUU Kesehatan. Ia menilai, aturan tembakau yang disamakan dengan narkoba, psikotropika, dan minuman beralkohol tidak masuk akal, apalagi tidak pernah disampaikan kepada pihak petani.
 
"Padahal akan sangat berdampak bagi penghidupan petani tembakau. Madura selama ini dikenal sebagai pulau penghasil tembakau, dengan 45 persen produksi tembakau nasional berasal dari Jawa Timur. Dari jumlah tersebut, 35 persennya berasal dari Madura," katanya.
 
Senada, Ketua APTI Jawa Barat Suryana menegaskan, bahwa petani tembakau adalah pahlawan devisa negara yang secara nyata menyumbang penerimaan negara hingga Rp 245 triliun. Menurut dia, negara selama ini menikmati cukai hasil tembakau (CHT) sebagai salah satu sumber penerimaan.
 
"Lalu mengapa saat petaninya mau berusaha, justru tidak dilindungi. Budidaya dan komoditas tembakau tidak dilarang. Oleh karena itu, kami menolak secara tegas pasal yang mendiskriminasi tembakau dan tidak adil terhadap petani," tambah Suryana.

Punya multiplier effect yang besar 

Pakar Hortikultura Universitas Sebelas Maret Eddy Triharyanto menjelaskan, ekosistem pertembakauan menyerap tenaga kerja dan memberikan multiplier effect ekonomi yang besar bagi masyarakat daerah. Sayangnya aturan terkait tembakau di RUU Kesehatan justru merugikan sektor tersebut.
 
"Menyamakan tembakau dengan barang ilegal tidak bisa diterima. Patut dan sangat wajar pasal ini dikritisi oleh para petani. Harapannya wakil rakyat bisa membatalkan dan mencabut pasal yang mengelompokkan tembakau dengan barang ilegal," tegas dia.
 
Akademisi Universitas Diponegoro Sukarjo Waluyo juga menyayangkan langkah pemerintah yang tidak berpihak dan berupaya melindungi komoditas yang sejak lama telah menjadi bagian dari budaya dan kehidupan masyarakat. Hal ini tentu akan memberikan dampak negatif bagi banyak pihak.
 
"Tembakau telah menjadi tanaman budidaya dan mata pencaharian. Ketika budidaya dan mata pencaharian ini dilanda regulasi yang diskriminatif, yang tidak berpihak pada masyarakat, maka dampaknya sangat besar terhadap masa depan dan kesejahteraan," ungkapnya.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan