Ilustrasi. Foto: MI/Panca Syurkani.
Ilustrasi. Foto: MI/Panca Syurkani.

Ancam Ekosistem IHT, Serikat Pekerja Minta Aturan Kemasan Rokok Tanpa Merek Dibatalkan

Eko Nordiansyah • 28 Oktober 2024 20:20
Jakarta: Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM–SPSI) mengungkapkan kekecewaannya terhadap keputusan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Diketahui, Kemenkes akan tetap menerapkan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.
 
Sebelumnya, FSP RTMM-SPSI telah menolak keras aturan ini lewat aksi unjuk rasa yang dihadiri ribuan pekerja tembakau di kantor Kemenkes. Bahkan Ketua Tim Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau, Benget Saragih yang menemui perwakilan FSP RTMM-SPSI berjanji akan mempertimbangkan kembali aturan ini.
 
“Secara lisan yang kami dengar saat perwakilan kami tanggal 10 Oktober diterima masuk oleh Kemenkes, dikatakan bahwa tidak dan/atau belum ada rencana penyeragaman kemasan. Namun demikian, sampai saat ini kami belum diundang kembali untuk membahas Rancangan Permenkes tersebut,” kata Ketua Umum FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS kepada media, Senin, 28 Oktober 2024.

Akan tetapi, Sudarto mengatakan pihaknya mendapat informasi terbaru bahwa Kemenkes tetap akan mendorong aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Di mana Kemenkes tetap akan mewajibkan keseragaman warna kemasan dan logo, serta penulisan merek menggunakan huruf yang sama.
 
“Kemenkes abai dan tetap mendorong aturan yang akan merugikan industri tembakau untuk memasarkan produk legalnya. Kalau penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek ini dipaksakan maka akan bertabrakan dengan aturan Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dimana identitas merek telah dilindungi secara hukum,” ujarnya.
 
Baca juga: Ekonomi Sulit, Tidak Naiknya Cukai Rokok 2025 Jadi Angin Segar bagi Industri

 
Ia juga melihat aturan ini bertentangan dengan Asta Cita pemerintahan Prabowo-Gibran dengan target pertumbuhan ekonomi delapan persen. Pasalnya, kebijakan ini berpotensi mematikan seluruh ekosistem industri tembakau, mencakup penurunan penerimaan cukai hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).
 
“Seharusnya, setiap kebijakan dan regulasi harus memperhatikan dampaknya, dimana seharusnya tidak semakin menyengsarakan kelompok bawah wong cilik yang paling lemah,” ucapnya.
 
Sudarto juga mengingatkan bahwa mandat Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 hanya terkait penerapan graphic health warning (GHW) sebesar 50 persen. Untuk itu, Rancangan Permenkes semestinya tidak melenceng dari aturan yang semestinya diterapkan terkait pengaturan peringatan kesehatan saja.
 
Melihat dampak ini, Sudarto berharap pemerintahan Prabowo-Gibran yang baru saja dilantik beberapa hari yang lalu dapat melindungi mereka. Mereka pun meminta kepada pemerintah secara tegas membatalkan aturan penyeragaman kemasan rokok polos tanpa merek yang akan berimbas pada sektor tembakau.
 
“Kami berharap pemerintahan baru dapat menjaga komitmen dan konsistensinya dengan tidak mengambil kebijakan yang menimbulkan polemik besar di masyarakat di saat gelombang PHK terus terjadi. Ini sangat kami sesalkan di mana aturan pemerintah tidak berpihak pada tenaga kerja,” tutup Sudarto.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan