Ilustrasi, rokok ilegal yang disita Bea Cukai. Foto: Medcom.id/Andi Aan Pranata.
Ilustrasi, rokok ilegal yang disita Bea Cukai. Foto: Medcom.id/Andi Aan Pranata.

Ini Sederet Persoalan terkait Rancangan Aturan Kemasan Rokok Polos

Husen Miftahudin • 17 Oktober 2024 18:18
Jakarta: Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menilai Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 akan banyak menimbulkan permasalahan di Indonesia.
 
Ketua Umum FSP RTMM-SPSI Sudarto AS menjelaskan, dalam rancangan aturan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tersebut, terdapat kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek. Ia menilai kebijakan tersebut akan berdampak terhadap banyaknya produk rokok ilegal yang berujung pada penurunan jumlah penjualan rokok legal.
 
Sudarto mengatakan jika peredaran rokok ilegal terus berkembang di tengah masyarakat, ujungnya akan berdampak terhadap efisiensi di industri rokok yang legal atau secara resmi membayar cukai ke negara. Parahnya lagi, aturan ini akan semakin menggerus penerimaan negara dari cukai hasil tembakau.
 
"Kemasan rokok polos tanpa merek akan tambah memicu rokok ilegal. Rokok ilegal tumbuh, penjualan rokok legal turun, dan dapat dipastikan akan terjadi efisiensi pekerja," kata Sudarto dikutip dari keterangan tertulis, Kamis, 17 Oktober 2024.
 
Dalam masa peralihan kepemimpinan pemerintahan saat ini, Sudarto meminta kepada Presiden-Wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk dapat memperhatikan pihak-pihak yang terdampak pada kebijakan yang akan diterbitkan.
 
Baca juga: RPMK Turunan PP 28 tentang Kesehatan Berpotensi Bikin Rokok Ilegal Menjamur
 

Meminta keadilan

 
Sudarto menilai, seharusnya kebijakan yang dikeluarkan bukan hanya mengedepankan satu pihak saja. Melainkan harus mementingkan kepentingan bersama dan disesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia.
 
Sebabnya, Indonesia berbeda dengan negara lain karena memiliki industri hasil tembakau yang mempekerjakan buruh, petani, hingga menjadi sumber mata pencaharian jutaan peritel. Kondisi ini jelas berbeda.
 
"Bukan sekadar masalah berpihak, yang kami butuhkan keadilan. Demi kedaulatan, kekuatan, kemajuan bangsa Presiden dan Wakil Presiden sudah seharusnya memperhatikan kepentingan bangsanya," tegas dia.
 
Terlebih selama ini, Sudarto mengatakan pihaknya sama sekali tidak dilibatkan dalam rancangan peraturan tersebut. Bagi dia, tidak adanya meaningful participation atau keterlibatan bermakna dalam perumusan kebijakan merupakan tindakan yang tidak adil kepada para pekerja di industri hasil tembakau.
 
"Surat kepada Presiden Jokowi sudah kami kirimkan, audiensi sudah, tetapi cenderung dipersulit dan tidak didengar, kami undang dalam forum resmi dialog Kemenkes tidak datang, mereka mengadakan publik hearing kami tidak diundang," tambahnya.
 
Menurutnya, yang terpenting ialah bukan sekadar dilibatkan, melainkan juga agar masukan dari para buruh dan tenaga kerja terdampak dapat diakomodasi oleh Kemenkes.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan