Plt. Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menilai revisi PP 109/2012 akan mengganggu iklim usaha industri hasil tembakau (IHT) sehingga berpotensi merugikan dari sisi penerimaan negara.
"Dengan adanya revisi PP 109/2012, pengawasan terhadap industri hasil tembakau akan semakin diperketat sehingga ruang gerak IHT pun menjadi terbatas," kata Susiwijono kepada wartawan, Selasa, 13 September 2022.
Situasi ini dikhawatirkan akan membuat IHT mengalami kontraksi yang cukup dalam yang diiringi penurunan kinerja. Padahal, industri tersebut masih dalam proses pemulihan ekonomi akibat pandemi covid-19 yang melanda beberapa tahun terakhir.
Susiwijono juga menyebut, revisi PP 109/2012 akan meningkatkan peredaran rokok ilegal yang tidak sesuai dengan tujuan kesehatan yaitu menurunkan prevalensi perokok anak. Revisi ini juga akan mengancam keberlangsungan IHT legal.
Menurut Susiwijono, PP 109/2012 yang berlaku saat ini telah mengatur IHT secara komprehensif dengan mempertimbangkan keseimbangan dari berbagai aspek. Mulai dari kesehatan, penerimaan negara, keberlanjutan usaha hulu-hilir, serta penyerapan tenaga kerja.
"Pengawasan atas implementasi PP 109/2012 di lapangan pada saat ini belum optimal sehingga aspek yang perlu menjadi perhatian adalah implementasi di lapangan," katanya.
Ia menambahkan, usulan revisi PP 109/2012 masih memerlukan pembahasan lebih lanjut dengan kementerian dan lembaga terkait. Kemenko Perekonomian sedang dalam tahap koordinasi guna menyusun mitigasi dan penataan untuk petani, pengusaha, serta konsumen.
Nantinya mitigasi ini akan menjadi bagian dari Peta Jalan (roadmap) Pengelolaan Produk Hasil Tembakau yang sedang disusun Kemenko Perekonomian. Ruang lingkup dari peta jalan ini mencakup pengaturan Pengembangan Sektor Pertanian Tembakau, Pengaturan Sektor Industri Hasil Tembakau, Pengendalian Konsumsi Produk Tembakau dan Optimalisasi Penerimaan Cukai.
"Peta Jalan Pengelolaan Produk Hasil Tembakau secara prinsip arah dan kebijakannya sudah sesuai dengan PP 109/2012 dengan mempertimbangkan perlindungan kesehatan masyarakat dari bahaya merokok dan menurunkan tingkat prevalensi perokok penduduk usia 10 sampai dengan 18 tahun," tegasnya.
Baca juga: Kenaikan Cukai SKT Bisa Menghantam Buruh hingga Perekonomian Daerah |
Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan sebelumnya meminta pemerintah untuk tidak merevisi PP 109/2012. Sebab revisi akan memberatkan IHT yang telah berkontribusi bagi penerimaan negara dan serapan tenaga kerja.
"GAPPRI dengan tegas menolak perubahan PP 109/2012. Pasalnya, kami melihat PP 109/2012 yang ada saat ini masih relevan untuk diterapkan," ujar Henry Najoan.
Henry juga menyoroti usulan perubahan PP 109/2012 juga cenderung restriktif karena ketentuan yang diusulkan berbentuk pelarangan. Menurut Henry, peraturan yang mengacu pada ketentuan perundang-undangan seharusnya menitikberatkan pada pengendalian, bukan pelarangan.
"Rokok adalah produk legal sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi sehingga memiliki hak yang sama dengan produk legal lainnya," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News