Salah satunya adalah Seri Wati yang berusia 47 tahun. Sejak 2008, perempuan asal Desa Seriwe ini menekuni profesi pembudidaya rumput laut.
"Sejak 2008, saya terjun ke rumput laut. Itu satu-satunya nafkah di sini karena saya perempuan enggak ada suami, enggak bekerja ke laut, maka saya sendiri. Kalau sedikit kita tanam, penghasilannya sedikit. Untuk bayar utang saja, untuk makan kita saja yang sekarang ini. Satu long line bentangannya 100. Satu long line berisi 300-400 tali butuh bibit 2 ton. Sekarang harganya Rp300 ribu per kwintal. Bibitnya saja Rp3 juta satu ton yang jenis cottonli. Kalau spinosum sudah tidak ada yang beli, belum buka gudang kata bos," kata Seri Wati.
Pada 2022, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat volume produksi rumput laut di wilayah NTB mencapai 696.766 ton, dengan nilai produksi sebesar Rp3,5 miliar.
Sementara pada 2023, Dinas Kelautan dan Perikanan Lombok Timur mencatat produksi rumput laut di Lombok Timur dalam kondisi basah mencapai 250 ribu ton. Rumput laut kering sekitar 25.585 ton.
Pada semester I tahun 2023, rumput laut jenis conttonli diproduksi hingga 9.424 ton, dan jenis spinosum sebanyak 3.146 ton. Pada semester II tahun 2023, rumput laut jenis cottonli meningkat 9.954 ton dan spinosum sebanyak 3.060 ton.
Besarnya sebaran produksi ini mendorong sebagian besar penduduk Desa Seriwe menggantungkan hidup dari budi daya rumput laut. Terdapat sekitar 720 orang yang tergabung dalam 38 kelompok pembudidaya rumput laut. Menariknya, mayoritas pembudidaya adalah para perempuan.
Baca juga: KKP Bagikan 4 Ton Ikan ke Masyarakat Batam |
"Mata pencarian utama di rumput laut. Beli benihnya 1 ton Rp3 juta. Kita ikat di tali, ada juga dipatok dan ditanam di laut long line. Terus upahnya Rp300 ribu. Satu bulan kemudian kita panen. Kita dapat 8 kwintal atau 1 ton. Kadang-kdang Rp3 juta atau Rp5 juta kita dapat setiap kali panen. Paling besar saya pernah dapat Rp10 juta. Berkat rumput laut ini saya bisa menyekolahkan anak, membeli rumah, motor, dan mobil," kata Idayatul Aini, pembudidaya rumput laut.
Besarnya potensi rumput laut di Seriwe mencerminkan kondisi ekonomi di bagian selatan Lombok. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Lombok Timur Muhammad Zainudin menjelaskan target dari Provinsi NTB adalah 1 juta ton rumput laut.
"Kabupaten Lombok Timur penyumbang terbesar target tersebut. Banyak sekali perusahaan luar, daerah ataupun dalam, yang membutuhkan rumput laut baik yang diolah untuk pangan ataupun industri. Rata-rata dibawa ke Surabaya dan Jakarta untuk diekspor ke Tiongkok dan negara lainnya. Ke depannya tidak ada lagi ekspor rumput laut dalam bentuk raw material. Untuk itu pemerintah pusat, dalam hal ini provinsi dan kabupaten bersinergi membuat industri hilirisasi rumput laut dengan target ke depannya ada turunan-turunan yang bisa diproduksi di Kabupaten Lombok Timur," ucap Zainudin.
KKP juga melakukan regenerasi bibit rumput laut supaya dapat terus berproduksi dengan kualitas dan kuantitas yang baik.
"Awalnya ada sekitar 7 kg rumput laut jenis cottonli yang ditebar di situ. Generasi itu masih ada dan kita lakukan terobosan dengan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan mengganti bibit lama dengan baru, yang diproduksi oleh Balai Perikanan Budi Daya Laut Lombok," kata Zainudin.
Tren budi daya rumput laut terus menunjukkan hasil signifikan. Hal itu terlihat dari data capaian potensi rumput laut yang dirilis KKP pada 2023. Data tersebut menunjukkan produksi rumput laut Indonesia mencapai 9,12 juta ton pada 2021. Bahkan hingga September 2022, ekspor volume rumput laut Indonesia berada di angka 180,6 ribu ton dengan nilai USD455,7 juta, atau meningkat 93 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2021.
Capaian tersebut semestinya bisa dijadikan acuan untuk terus meningkatkan produktivitas terhadap kualitas dan kuantitas rumput laut yang dibudidayakan di laut Indonesia. Oleh karena itu hilirisasi tata kelola budi daya rumput laut menjadi catatan penting untuk menjaga salah satu komoditas unggulan ini agar terus mendatangkan cuan, serta kesejahteraan bagi masyarakat dan bangsa.
Langkah strategis yang dilakukan oleh KKP selama ini dalam mengawal tata kelola rumput laut, utamanya di wilayah Lombok, tentu menjadi angin segar bagi masyarakat Seriwe. Beragam upaya mulai dari penyediaan bibit, pengecekan kualitas kondisi perairan, hingga urusan permodalan, menjadi fokus hilirisasi budi daya ini.
"Tugas kami selain melakukan perbaikan kualitas bibit rumput laut melalui kultur jaringan, kami juga memperbanyak kebun bibit rumput laut. Termasuk di tempat ini. Pegawai kami secara rutin ditugaskan untuk mengurus kebun bibit rumput laut yang kami inisiasi agar tetap jalan, berproduksi menghasilkan bibit. Selanjutnya penataan segmentasi, pembudidayaan itu tetap ada yang menghasilkan bibit, dan tetap ada yang menghasilkan rumput laut konsumsi. Kami bekerja sama dengan teman-teman yang ada di sini untuk memberikan preferensi atau pilihan rasional. Usaha ini bukan hanya menghasilkan rumput laut, bahkan ada preferensi lain, yaitu menghasilkan bibit," ujar Plt Kepala Balai Perikanan Budi Daya Laut Lombok Wawan Cahyono Ashuri.
Pembenahan di sini hulu utamanya dalam menciptakan benih berkualitas menjadi kunci terciptanya hilirisasi yang baik. Sebab, dengan kualitas benih yang bagus, maka hasil yang didapat tentu memiliki nilai jual tinggi.
Badan Pusat Statistik mencatat rumput laut Indonesia memiliki andil besar dalam pasar rumput laut dunia. Bahkan, data International Trade Center pada 2018 menyebutkan bahwa ekspor rumput laut Indonesia dalam bentuk bahan mentah menduduki peringkat pertama dunia, mencapai 205,76 ribu ton.
Rumput laut dengan kualitas unggulan ini yang nantinya akan diolah dan dipasarkan di dalam negeri maupun diekspor ke sejumlah negara, yaitu Tiongkok, Chili, Korea Selatan, Hong Kong, Filipina, Jepang, Perancis, Denmark, Vietnam hingga Spanyol.
Selain dipasarkan dalam bentuk barang mentah dan diekspor ke sejumlah negara, masyarakat Desa Seriwe juga mengolah rumput laut menjadi aneka kue atau makanan untuk dikonsumsi, maupun dijual sebagai oleh-oleh khas Desa Seriwe. Misalnya aktivitas pengolahan rumput laut di rumah Siti Noria Jouharolil Yakutunnafis, atau akrab disapa Ria. Tergabung dalam kelompok pembudidaya KUPP Putri Selatan, Ria dan sejumlah anggota lainnya membuat produk inovasi olahan rumput laut pertama di Desa Seriwe yaitu Brownis Chips Rumput Laut. Penjualan produk tersebut meluas. Kini telah memiliki reseler di NTT, Bali, dan Surabaya. Omzet rata-rata Rp7 juta per bulan.
Penyuluh Perikanan
Kehadiran para penyuluh perikanan menjadi ujung tombak keberhasilan budi daya rumput laut dari hulu hingga hilir. Selain menjadi teman diskusi pembudidaya di lapangan, para penyuluh juga harus dapat mengimplementasikan setiap kebijakan terkait aktivitas budi daya rumput laut.
"Ada beberapa poin yang menjadi catatan kita, terutama masalah bibit. Kalaupun ada bibit yang dipertahankan, itu hanya bertahan 2 sampai 3 siklus. Itu beli lagi di luar Lombok, jadi ambilnya di Sumbawa. Kami melakukan pendampingan tidak hanya sampai di situ. Masyarakat kita di sini lebih mengenal bantuan langsung pemerintah. Sebenarnya lebih dari itu yang kami fasilitasi di sini, mulai dari akses pasar, ditawakan kerja sama, kalau cocok dilanjutkan. Kami juga memberikan akses modal untuk pembudidaya maupun pelaku usaha di sini. Kami bisa fasilitasi ke bank atau non bank untuk mengurus modal. Kemudian juga izin usaha. Bagi mereka yang ingin memperoleh Nomor Induk Berusaha, kami siap membantu," kata Iwan Setiawan selaku petugas Penyuluh Perikanan di Desa Seriwe dan Sekaroh.
Keseriusan KKP dalam menata potensi, tata kelola, dan hilirisasi hingga pengelolaan rumput laut melalui sejumlah kebijakan yang dibuat, menjadi penyemangat bagi para pembudidaya untuk terus mengembangkan budi daya rumput laut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News