Ilustrasi. Foto: MI/Panca Syurkani.
Ilustrasi. Foto: MI/Panca Syurkani.

Badai PHK Ancam Padat Karya, Pekerja Tembakau Minta Cukai Tak Naik

Eko Nordiansyah • 17 September 2024 18:38
Jakarta: Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus menghantui industri padat karya seperti manufaktur, garmen, dan tekstil. Di tengah melemahnya daya beli masyarakat, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada industri akan semakin memperburuk keadaan.
 
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, mengungkapkan bahwa 46.240 pekerja di Indonesia mengalami PHK selama periode Januari hingga Agustus 2024. Ia berharap badai PHK yang mengancam ini tak akan lebih tinggi dibandingkan dengan angka PHK pada 2023.
 
"Memang kita akhir-akhir ini banyak mengalami PHK ya. Kita terus memitigasi agar jangan sampai PHK itu terjadi,” katanya dilansir Selasa, 17 September 2024.

Senada, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP-RTMM), Sudarto, mengingatkan, ancaman PHK tidak hanya terbatas pada sektor-sektor tersebut. Tetapi juga mengancam Industri Hasil Tembakau (IHT) yang selama ini menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia.
 
“Seharusnya, berbagai industri padat karya yang dapat membuka lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar harus dipertahankan dan dilindungi dengan kebijakan yang baik,” ujar dia.
 
Ia melanjutkan IHT, yang merupakan sawah ladang para pekerja, kini sudah sangat tertekan oleh berbagai kebijakan dan regulasi yang bertujuan untuk mematikan IHT, seperti kebijakan kenaikan cukai yang sangat tinggi, PP 28/2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
 
“Faktanya, dengan kondisi saat ini, penerimaan negara tidak tercapai dan rokok ilegal makin bertumbuh. Sementara, rokok legal tertekan aturan yang semakin ketat dan daya beli masyarakat turun. Akhirnya, pelaku rokok legal bisa mati, kalah dengan rokok ilegal,” ungkapnya.
 
Baca juga: Mengancam Petani Tembakau, Kemasan Rokok Polos Bisa Tambah Kemiskinan Baru

 
Sudarto menegaskan, rencana kenaikan cukai rokok pada 2025 berpotensi meningkatkan jumlah pengangguran di Indonesia. Padahal, IHT merupakan sektor padat karya yang melibatkan jutaan pekerja di berbagai level, mulai dari petani tembakau, buruh pabrik, hingga pedagang kecil.
 
“Kami memohon agar cukai rokok tidak naik pada 2025. Kenaikan cukai hanya akan membawa ketidakpastian bagi IHT, termasuk potensi PHK bagi pekerjanya dan akan memperburuk kondisi ekonomi pekerja yang sudah sangat tertekan, apalagi baru adanya pengesahan PP 28/2024,” kata dia.
 
Menurut Sudarto, setiap tahun IHT selalu berada dalam kondisi siaga akibat ancaman kenaikan cukai, di mana dampaknya terasa pada seluruh segmen IHT, mulai dari rokok mesin hingga sigaret kretek tangan. Sudarto mengingatkan bahwa upaya pemerintah dalam melindungi pekerja dari PHK harus diimplementasikan dengan cermat.
 
“Selain menolak kenaikan cukai rokok, kami juga menolak regulasi kemasan rokok polos (tanpa merek). PP 28/2024 hanya mengatur peringatan kesehatan dan tidak ada pengaturan kemasan polos (tanpa merek), kenapa RPMK melangkahi peraturan di atasnya?” tegasnya.
 
FSP-RTMM juga berencana menggelar forum mitigasi dampak yang dihadiri perwakilan serikat pekerja dari seluruh tingkatan dan mitra industri terkait. Forum ini akan menetapkan langkah advokasi litigasi maupun non-litigasi untuk memastikan kepentingan pekerja dan kelangsungan IHT tetap terlindungi di tengah berbagai tekanan kebijakan yang ada.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan