Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Disamakan dengan Narkoba di RUU Kesehatan, Bagaimana Nasib Industri Hasil Tembakau?

Husen Miftahudin • 05 April 2023 00:12
Jakarta: Penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan memunculkan polemik. Utamanya soal disetarakannya produk-produk legal seperti rokok, hasil pengolahan tembakau lainnya, dan minuman beralkohol dengan narkotika dan psikotropika dalam satu kelompok zat adiktif.
 
Kondisi tersebut membuat keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) terancam. Padahal, industri ini menjadi salah satu sektor yang paling besar dalam menyumbang pendapatan negara melalui cukai.
 
Pakar Tata Negara dan Hukum Kesehatan Universitas Sebelas Maret Sunny Ummul Firdaus menilai, ketentuan pukul rata zat adiktif ini menjadi klausul yang perlu diberikan penjelasan yang lebih komprehensif. Tujuannya, agar tidak ada multitafsir yang kelak dapat memicu masalah lebih besar.

Sebab menurutnya, jika dua kategori produk yaitu legal dan ilegal tersebut diperlakukan serupa, perlu ada penjelasan secara filosofis, empiris, dan yuridis. Sebab, dua kelompok produk ini memiliki aspek sosio kultural yang berbeda.
 
"Jika ada dua jenis produk yang kedudukannya di hadapan hukum berbeda namun diperlakukan dengan sama, maka harus dapat jelaskan apa original intent atau maksud yang sebenarnya terkandung di dalamnya. Sehingga tidak melanggar Pancasila dan UUD 1945 serta memberikan kerugian konstitusional bagi masyarakat," papar Sunny dalam keterangan tertulis, Selasa, 4 April 2023.
 
Ia juga mempertanyakan maksud dari ketentuan penyamarataan ini di dalam revisi RUU Kesehatan. "Apakah jika RUU Kesehatan terbit dengan ketentuan tersebut dapat ditafsirkan jika masyarakat dapat memilih mau konsumsi rokok atau alkohol yang dianggap ilegal? Atau sebaliknya, narkotika dan psikotropika yang bisa dikonsumsi secara legal?" heran Sunny.
 
Baca juga: Pelaku Ekonomi Kreatif Ikut Terancam Rencana Revisi PP 109/2012, Kok Bisa?


Revisi regulasi harus dikonstruksi jelas


Sunny turut menekankan, revisi regulasi harus dikonstruksi secara jelas dan tegas agar tidak menimbulkan masalah baru. Selain itu, Sunny juga mengingatkan ketentuan penyusunan regulasi nasional secara prosedural harus mengacu UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
 
"Pemerintah dan DPR perlu mempertimbangkan apa dampak yang akan muncul dari klausul zat adiktif tersebut jika disetujui," sambungnya.
 
Diketahui, revisi RUU Omnibus Law Kesehatan ini akan mencabut dan/atau mengubah sembilan undang-undang. Kesembilannya adalah UU Kesehatan, UU Wabah Penyakit Menular, UU Praktik Kedokteran, UU Rumah Sakit, UU Kesehatan Jiwa, UU Tenaga Kesehatan, UU Keperawatan, UU Kekarantinaan Kesehatan, dan UU Kebidanan.
 
Omnibus Law Kesehatan juga mengubah UU Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, UU Sistem Pendidikan Nasional, dan UU Pendidikan Tinggi.
 
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan