Melansir laman Halo JKP, selama pandemi lalu kita sering mendengar perusahaan yang melakukan PHK pada karyawannya. Hal tersebut disebabkan oleh perusahaan yang tidak bisa memenuhi gaji karyawannya.
Selain itu, penyebab lainnya adalah efisiensi, penutupan bisnis, kepailitan, pekerja yang melakukan pelanggaran, dan karyawan meninggal dunia atau pensiun. Maka dari itu, pemerintah telah mengatur beberapa alasan kapan PHK diperbolehkan dan tidak diperbolehkan.
Melansir OCBC, pemutusan kerja harus dilakukan dengan alasan yang telah ditentukan oleh Undang-Undang antara lain:
- Bab XII Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
- Pasal 154A ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
- Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2021 yang mengatur mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), waktu kerja dan istirahat, alih daya, serta PHK.
Baca juga: Inilah Hak-Hak Karyawan yang Kena PHK |
Berikut alasan PHK menurut perundang-undangan yang diperbolehkan:
1. Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, peleburan, dan pemisahan perusahaan, sedangkan pekerja tidak mau melanjutkan hubungan kerja atau perusahaan memutuskan memberhentikannya.
2. Terjadi efisiensi atau force majeur yang menimbulkan penutupan perusahaan.
3. Adanya kerugian perusahaan hingga dua tahun terus-menerus.
4. Perusahaan berada di fase pailit dan mengalami penundaan kewajiban pembayaran utang.
5. Pekerja mengajukan permohonan PHK karena pengusaha melakukan hal-hal berikut:
- Menganiaya, menghina, mengancam, menyuruhnya melakukan perbuatan yang melawan undang-undang.
- Tidak menjalankan kewajiban, memerintahkan pekerja untuk bekerja di luar yang diperjanjikan, atau memberikan pekerjaan yang membahayakan keselamatan dan kesusilaannya.
- Tidak memberikan gajinya tepat waktu selama tiga bulan berturut-turut.
- Adanya putusan pengadilan atau lembaga penyelesaian sengketa industrial yang menyatakan pengusaha tidak melakukan hal-hal yang dituduhkan oleh pekerja lalu perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja.
- Pekerja mengundurkan diri setelah mengajukan permohonan tertulis minimal 30 hari sebelumnya dan tidak terikat ikatan dinas, serta melaksanakan kewajiban sampai tanggal yang ditetapkan.
- Karyawan mangkir selama lima hari kerja berturut-turut atau lebih, tanpa keterangan tertulis maupun bukti, serta telah dipanggil perusahaan sebanyak dua kali secara patut dan tertulis.
- Pekerja melakukan pelanggaran ketentuan perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, maupun peraturan perusahaan serta telah diberi tiga kali somasi.
- Karyawan tidak dapat bekerja selama enam bulan karena ditahan atas dugaan tindak pidana.
- Pekerja mengalami sakit atau cacat disebabkan kecelakaan kerja sehingga tidak dapat bekerja setelah 12 bulan.
- Pekerja memasuki masa pensiun atau meninggal dunia.
Namun, perusahaan juga tidak boleh memberhentikan karyawan dengan alasan berikut ini:
- Pekerja tidak bisa masuk kerja karena sakit (berdasarkan keterangan dokter) dalam waktu kurang dari 12 bulan berturut-turut.
- Pekerja tidak bisa bekerja karena memenuhi kewajiban yang diberikan oleh negara sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
- Pekerja mengambil cuti untuk menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya, seperti naik haji.
- Karyawannya menikah, hamil, melahirkan, keguguran, dan sedang menyusui bayi.
- Adanya hubungan darah atau ikatan perkawinan dalam satu perusahaan kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja.
- Adanya aduan dari pekerja atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh perusahaan.
- Pekerja memiliki paham, aliran, suku, golongan, kondisi fisik, maupun status yang berbeda dengan mayoritas karyawan.
- Pekerja mengalami cacat tetap atau sakit karena kecelakaan kerja dan menurut keterangan dokter waktu penyembuhannya belum bisa dipastikan.
Baca juga: Tips Bertahan Hidup di Tengah Kesulitan Pekerjaan |
Pemutusan hubungan kerja terbagi menjadi empat bagian menurut hukum yakni:
PHK demi hukum
Pada jenis ini, PHK dilakukan karena pekerja meninggal atau jangka waktu perjanjian kerja telah habis sehingga perusahaan tidak perlu memberikan surat PHK karena hal tersebut berlangsung secara otomatis.
PHK karena melanggar perjanjian
Jenis ini, PHK dilakukan karena karyawan mengundurkan diri atau karena pelanggaran terhadap perjanjian kerja. Hal ini merupakan tindakan yang dilakukan oleh salah satu pihak atas kemauan sendiri, bukan karena perintah aturan.
PHK karena kondisi tertentu
Kondisi tertentu yang bisa menyebabkan PHK adalah ketika pekerja mengalami sakit berkepanjangan, efisiensi perusahaan, kepailitan, dan kerugian terus-menerus.
PHK karena kesalahan berat
Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu alasan diperbolehkannya PHK ialah pekerja melakukan kesalahan berat seperti penipuan, penggelapan barang perusahaan, menyerang atau menganiaya rekan kerja, membocorkan rahasia perusahaan selain untuk kepentingan negara, dan lain sebagainya.
Tentunya setelah di PHK karyawan berhak mendapatkan pesangon. Namun, jika pemutusan hubungan kerja disebabkan dengan pelanggaran berat, maka karyawan hanya mendapatkan uang penggantian hak dan sejumlah uang pisah dalam perjanjian kerja. Cara menghitung pesangon kerja yaitu Anda harus cermat menghitung masa kerja dan cocokkan dengan nominal yang telah ditetapkan dalam UU Cipta Kerja. (Indy Tazkia Aulia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News