Kendaraan taktis milik TNI. Foto: dok MI/Ramdani.
Kendaraan taktis milik TNI. Foto: dok MI/Ramdani.

Alasan Pembentukan Holding Industri Pertahanan

Ade Hapsari Lestarini • 27 Agustus 2020 12:54
Jakarta: Direktur Utama (Dirut) PT Len Industri Zakky Gamal Yasin mengatakan holding industri pertahanan bertujuan untuk menaikkan omzet penjualan.
 
Menurut dia, holding dan merger dilakukan agar tidak ada investasi ganda yang selama ini dilakukan beberapa industri pertahanan.
 
"Investasi peralatan akan diatur sedemikian rupa, jangan sampai Len Industri investasi, di tempat lain PT Dirgantara Indonesia (DI), PT Pindad, melakukan hal sama, ke depan akan diintegrasikan hal tersebut," kata dia, dalam keterangan resminya, Kamis, 27 Agustus 2020.

Zakky melanjutkan, dengan pembentukan holding maka industri pertahanan bisa meningkatkan sumber daya manusia (SDA), dan melakukan penilaian terhadap talenta perusahaan. Nantinya industri pertahanan bisa saling terintegrasi dan menjadi BUMN yang kuat untuk mendukung pertahanan negara dan perekonomian nasional.
 
"Jangan sampai industri pertahanan cakar-cakaran, bertengkar satu dengan lainnya, BUMN dan BUMS memperebutkan beberapa hal yang sama. Harus ada yang diproritaskan, tentunya tidak itu-itu saja, karena itu perlu renstra perlu diwujudkan," jelas Zakky.
 
 

Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Pindad Ade Bagdja menambahkan kini perusahaan sedang membuat produk pesanan khusus dari Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, yaitu kendaraan taktis (rantis) bernama Maung.
 
Pesanan yang akan dipenuhi itu mencapai 500 unit sesuai pesanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan). "Kita melihat kebutuhan dan peluang dari berbagai macam kondisi Maung, ini sekalian kita sedang industrialisasi semoga tahun ini bisa 500 unit, meskipun kapasitas kita bangunan mencapai 1.000 unit dengan berbagai variannya," kata Ade.
 
Selain itu PT Pindad juga akan meluncurkan kendaraan tempur lainnya pada 2021. Hanya saja, alutsista kali ini diperuntukkan bagi TNI AL.
 
"Ini coming soon, available 2021. Tentu saja kendaraan tersebut dilengkapi senjata mesin untuk digunakan personel TNI. Kendaraan tempur berkonsep Tank Boat Antasena APC-30, ada variasi tank boat rudal dan tank boat kaliber 105 mm," jelas Ade.
 
 
 

Sesuai Kajian

Eks Sekjen Kemhan Laksda (Purn) Agus Setiadji mengomentari rencana Menhan Prabowo Subianto membeli pesawat tempur Typhoon bekas dari Austria.
 
Agus mengatakan pendapatnya ini ia berikan dalam kerangka ilmiah yang tidak berkaitan dengan kebijakan. Dia menganggap, apa pun kebijakan yang diputuskan Menhan pasti ada dasar-dasar kuat untuk pengambilan keputusan.
 
"Keputusan entah membeli sesuatu alutsista baru dengan teknologi tertentu ataupun alustsita bekas, diakibatkan kebutuhan mutlak dan segera. Saya yakin menhan punya dasar kuat, misal segera untuk membeli alutsista," tambah Agus.
 
Agus menyinggung tentang belanja militer yang saat ini menjadi efek gentar sebagai bentuk kekuatan pertahanan yang berfungsi sebagai daya penggetar. Sedangkan strategi militer tidak bisa lagi dijadikan standar kemenangan pertempuran.
 
Dia mengatakan, strategi militer saat ini lebih mengarah ke seni koersif atau intimidasi dan punya efek gentar. Alhasil, kemampuan untuk menghancurkan negara lain bisa dijadikan motivasi bagi suatu negara untuk menghindari dan memengaruhi perilaku negara lain.
 
"Untuk bersikap koersif atau mencegah negara lain menyerang negara tersebut, kekerasan harus diantisipasi dan dihindari lewat diplomasi. Kemampuan penggunaan kekuasaan untuk bertempur sebagai daya tawar, adalah dasar dari teori deterensi, dan dikatakan berhasil, apabila kekuatan tidak digunakan," kata Agus.
 
 

Berbeda dengan Agus, Ketua Harian Pinhantanas Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate, mengkritik langkah Menhan yang berencana membeli alutsista bekas. Menurut dia, jika kebijakan lebih memprioritaskan membeli alutsista bekas maka pertahanan Indonesia semakin tertinggal.
 
Dia menyoroti, pembelian Typhoon yang diproduksi belasan tahun lalu, dan di negaranya sudah tidak dipakai, malah akan digunakan untuk memperkuat TNI. Jika hal itu terjadi maka kekuatan TNI bisa dipertanyakan.
 
"Indonesia kok beli bekas terus, beli teknologi yang baru, supaya industri pertahanan kita itu bisa catch up. Jadi kita bicara kita generasi keenam, stealth, big data, musuhmu itu nanti bukan lawan
barang bekas, tapi datang bawa teknologi terbaru," kata Ate.
 
Ate juga menyunggung tentang konsep Minimum Essential Force (MEF) yang harus diganti karena tidak relevan lagi. Menurut dia, MEF merupakan konsep pertahanan yang tidak merepresentasikan Indonesia sebagai bangsa besar.
 
Menurut dia, konsep MEF dengan rencana strategis (renstra) 2010-2014 dan 2015-2019 menghasilkan pemenuhan fisik baru tercapai 63,19 persen dan kesiapan alutsista hanya 58,37 persen. Ate menyebut, angka itu menunjukkan ada kesenjangan kesiapan pemenuhan dan penggunaan alutsita TNI mencapai 41 persen.
 
"Sampai sekarang MEF belum memenuhi kebutuhan kita. Kita negara G-20. Tinggalkan MEF, kita susun kembali pertahanan negara besar. Nah gitu dong," pungkas Ate.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan