Hal itu karena Indonesia didukung dengan kondisi geografis yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki lebih dari 17 ribu pulau membentang lebih dari lima ribu kilometer dari timur ke barat.
Menurutnya, transportasi udara akan menjadi tulang punggung transportasi dan konektivitas nasional, serta penggerak utama perekonomian Indonesia.
“Jumlah penumpang udara di Indonesia diperkirakan akan tumbuh 30 persen dari tahun ke tahun menjadi 140 juta dalam beberapa tahun ke depan, sehingga Indonesia diperkirakan menjadi pasar transportasi udara terbesar keenam di dunia pada 2034,” katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu, 10 September 2022.
Baca juga: Presiden Teken Perpres FIR Indonesia-Singapura |
Ia menuturkan, industri penerbangan nasional terdiri dari industri pembuatan pesawat dan komponen, industri Maintenance Repair and Overhaul (MRO), dan industri pembuatan drone.
Indonesia memiliki sekitar 31 perusahaan MRO yang mendukung industri pesawat terbang dan bisnis penerbangan. Perusahaan-perusahaan tersebut telah memiliki 145 sertifikat Aircraft Maintenance Organization (AMO) yang dikeluarkan oleh Indonesian Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA).
“Nilai MRO domestik pada 2022 diproyeksikan mencapai USD1,7 miliar, sedangkan nilai bisnis MRO global mencapai USD93,5 miliar. Persaingan bisnis MRO global ke depan semakin ketat. Oleh karena itu, kami mendorong MRO dalam negeri untuk berkolaborasi dengan mitra asing untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya,” jelasnya.
Agus menyebut, industri penerbangan Tanah Air secara perlahan telah mampu mengaktifkan kembali pesawat yang sebelumnya grounded, akibat operasionalnya sempat terhenti karena terimbas covid-19.
Namun, upaya tersebut tidak bisa berlangsung secara instan, sehingga menyulitkan operator Indonesia untuk menambah kapasitasnya di saat permintaan pelayanan rute penerbangan terus naik setelah covid-19 mereda dan penerbangan kembali banyak dibuka.
Hingga saat ini ada sekitar 180 pesawat yang di-grounded, 100 di antaranya merupakan berbadan ramping yang biasanya digunakan untuk rute domestik.
"Diperlukan sekitar satu tahun untuk menyelesaikan proses ini karena proses reaktivasi setiap pesawat membutuhkan waktu, serta terbatasnya jumlah slot yang tersedia di fasilitas perawatan pesawat. Selain itu, maskapai juga membutuhkan waktu untuk memperoleh keuntungan sehingga dapat membayar biaya suku cadang dan perawatan yang diperlukan untuk reaktivasi pesawat," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News