Ilustrasi Medcom.id.
Ilustrasi Medcom.id.

Banyak Regulasi Menekan, Pelaku Usaha Ritel dan UMKM Tolak Kenaikan Cukai Rokok

Eko Nordiansyah • 16 Juli 2024 13:43
Jakarta: Pelaku usaha ritel serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menolak kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2025. Kenaikan cukai hingga double digit setiap tahunnya telah menekan pendapatan para pelaku usaha kecil yang telah berkontribusi mencapai 60 persen dari total PDB.
 
Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Koperasi dan Ritel Indonesia (Akrindo) Anang Zunaedi mengatakan, tingginya kenaikan cukai rokok tahun depan meresahkan peritel serta pelaku UMKM. Tingginya kenaikan cukai rokok tiap tahun telah menurunkan daya beli konsumen terhadap rokok bercukai.
 
“Cukai rokok yang terus-menerus naik ini hanya membuat konsumen justru beralih kepada produk tembakau tanpa cukai. Karena ketika cukai itu naik, masyarakat akan menyesuaikan untuk adaptasi belanja sesuai kemampuannya,” ujarnya kepada media dilansir, Selasa, 16 Juli 2024.
 
Bagi Anang, rencana kenaikan cukai rokok tahun depan hanya akan membuat rokok ilegal semakin parah dan mempersulit para pedagang kecil. Pasalnya permintaan konsumen terhadap rokok di Indonesia relatif sama, namun daya belinya tidak mampu mengimbangi kenaikan cukai.
 
“Rokok itu menyumbang hampir 50 persen dari total penjualan para pedagang kecil, dan mayoritas semua pedagang ritel itu menjual rokok, karena ini adalah produk fast moving. Kalau ada kenaikan cukai lagi justru membuat pedagang makin lemah,” tegas dia.
 
Baca juga: Ancaman bagi IHT, RPP Kesehatan Terkait Produk Tembakau Diminta Dibatalkan

 
Selain itu, kenaikan cukai rokok yang tinggi belum mampu membuat pendapatan negara dari cukai hasil tembakau bertambah tapi malah melemah. Dengan adanya dampak ganda ini, kenaikan cukai double digit terbukti memberikan dampak negatif bagi masyarakat, pedagang kecil, maupun negara.
 
Sebagai pelaku usaha, Akrindo berusaha menaati peraturan yang ada termasuk dengan tidak menjual rokok ilegal pada usahanya. Namun maraknya rokok ilegal yang semakin besar kerap menggerus pendapatan usaha ritel, baik kecil maupun besar, yang berusaha untuk tetap taat pada hukum yang berlaku.
  
“Alangkah baiknya pemerintah mengambil kebijakan-kebijakan yang lebih kepada ekonomi kerakyatan, sehingga nanti tercipta multiplier effect yang lebih positif,” tambahnya.

Larangan penjualan rokok 

Tidak hanya kenaikan cukai rokok, Anang mengkhawatirkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Jika disahkan, sejumlah pasal terkait tembakau dalam RPP ini seperti larangan penjualan rokok sejauh 200 meter dari instansi pendidikan akan berdampak langsung kepada omzet pedagang kecil.
 
“RPP Kesehatan yang terbaru ini sangat mengekang bagi penjual atau bagi peritel, baik koperasi maupun UMKM, di mana pembatasan tempat penjualan akan sangat mengganggu bagi kami. Padahal situasi ekonomi saat tengah melemah,” kata Anang.
 
Senada, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Ali Mahsun Atmo menyesalkan jika RPP Kesehatan disahkan dengan pasal tembakau yang mengancam keberlangsungan pelaku usaha kecil UMKM. Ia khawatir hal ini akan betul-betul membunuh ekonomi pedagang ke depannya.
 
“Saya menolak RPP Kesehatan tentang larangan zonasi 200 meter, juga larangan penjualan rokok eceran. Karena ini betul-betul akan membunuh ekonomi rakyat dan memberikan dampak signifikan terhadap omzet mereka, juga terhadap masyarakat ekonomi bawah untuk membeli rokok,” tegasnya.
 
Adapun terkait kenaikan cukai 2025, Ali membenarkan adanya penurunan omzet secara signifikan yang dialami oleh para pedagang kecil akibat kenaikan cukai yang tinggi. Ali turut mengkritisi pemerintah yang terkesan hipokrit dalam menetapkan regulasi, termasuk pada kebijakan kenaikan cukai rokok double digit.
 
“Pemerintah tidak jujur, kebijakan yang katanya untuk menekan jumlah perokok justru saya lihat ini untuk memperbesar pendapatan negara dari cukai rokok. Dari (target) Rp271 triliun nanti mungkin jadi Rp300 triliun per tahun. Nah ini yang saya bilang pemerintah double standard,” ujar dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan