Ia merinci, per Juli 2022, harga keekonomian untuk Solar CN-48 atau Biosolar (B30) sebesar Rp18.150 per liter. Namun, Pertamina masih menjual dengan harga Rp5.150 per liter. Jadi untuk setiap liter solar, pemerintah membayar subsidi Rp13 ribu.
Lalu untuk BBM jenis pertalite, lanjut Nicke, harga keekonomiannya sudah menyentuh Rp17.200 per liter dan Pertamina masih menjual di harga Rp7.650 per liter. Sehingga, untuk setiap liter pertalite yang dibayar oleh masyarakat, pemerintah mensubsidi Rp9.550 per liternya.
Demikian juga untuk LPG PSO. Saat ini harga LPG sudah mencapai Rp15.689 per kg. Akan tetapi, sejak 2007 belum ada kenaikan harga pada LPG PSO yaitu masih Rp4.250 per kg. Artinya, pemerintah mensubsidi LPG Rp11.448 per kg.
Selanjutnya pertamax, Pertamina saat ini masih mematok harga Rp12.500 per liter. Padahal untuk RON 92 kompetitor sudah menetapkan harga sekitar Rp17 ribu per liter lantaran secara keekonomian harga pasar telah mencapai Rp17.950 per liter.
"Kita masih menahan dengan harga Rp12.500, karena kita juga pahami kalau pertamax kita naikkan setinggi ini, maka shifting ke pertalite akan terjadi, dan tentu akan menambah beban negara," ujar Nicke melalui keterangan tertulis, Jumat, 8 Juli 2022.
Ia pun menjelaskan, dihadapkan pada tantangan harga minyak mentah dan produk yang sangat tinggi pihaknya tetap menjaga pasokan minyak mentah, BBM dan LPG berada di level aman. Pertamina melakukan monitoring harga dan pasokan BBM serta LPG melalui sistem digital.
Baca juga: Dirut Pertamina: Revisi Perpres 191/2014 Tekan Konsumsi Pertalite dan Solar |
Pertamina, katanya, juga telah membuat perencanaan yang akurat dengan menyeimbangkan antara aspek ketahanan energi nasional dan kondisi korporasi. Saat ini, Pertamina bukan hanya menjaga pasokan secara nasional, tetapi juga per wilayah hingga SPBU, karena stok yang diperlukan untuk masing-masing wilayah berbeda untuk jenis produknya.
"Kita tidak menyamaratakan jumlah untuk seluruh daerah, tetapi disesuaikan, karena ada daerah yang solarnya tinggi, ada yang pertalite-nya tinggi, ada juga pertamax-nya. Ini kita coba lihat satu per satu dengan digitalisasi SPBU," ungkap Nicke.
Konsumsi BBM meningkat
Lebih lanjut, Nicke menambahkan, pemulihan ekonomi pascapandemi telah berdampak pada meningkatnya mobilitas masyarakat, sehingga tren penjualan BBM dan LPG ikut naik.
Bila tren ini terus berlanjut, maka diprediksi pertalite dan solar akan melebihi kuota yang ditetapkan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah sedang melakukan revisi dari Perpres Nomor 191 tahun 2014, khususnya mengenai kriteria kendaraan yang berhak menggunakan BBM subsidi.
Pertamina harus menjaga kuota BBM bersubsidi, agar tidak over kuota. Apalagi berdasarkan data Kementerian Keuangan, sebanyak 40 persen penduduk miskin dan rentan miskin hanya mengkonsumsi 20 persen BBM, tetapi 60 persen teratas mengonsumsi 80 persen BBM Subsidi. Pertamina harus memastikan BBM subsidi dipergunakan oleh segmen masyarakat yang berhak dan kendaraan yang sesuai ketentuan.
"Untuk itu, kita pun harus memastikan ketersediaan BBM dan LPG nonsubsidi, sehingga masyarakat yang tidak berhak membeli BBM dan LPG subsidi, bisa dengan mudah mendapatkan BBM dan LPG nonsubsidi," pungkas Nicke.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News