Pada 2014, Indonesia memiliki persediaan timah terbesar kedua di dunia, disusul emas diurutan ke enam, dan panas bumi di puncak teratas. Berdasarkan data tersebut, Indonesia menjadi penghasil nikel terbesar ketiga, bauksit kedua, dan gas di posisi sembilan.
Namun, ada fenomena yang dikenal dengan istilah "Kutukan Sumber Daya Alam" bagi negara yang memiliki sumber daya alam melimpah ini. Paradoks ini menyatakan negara kaya sumber daya alam, terutama yang tak terbarukan seperti minyak dan hasil tambang, cenderung lebih lambat mengalami pertumbuhan ekonomi jika dibandingkan dengan negara yang memiliki keterbatasan sumber daya alam.
Menurut para ahli, beberapa sebab munculnya paradoks tersebut ialah karena ketergantungan yang tinggi terhadap harga komoditas, volatilitas nilai tukar mata uang dan harga barang di pasar global, lemahnya inovasi dan menurunnya daya saing sektor lain sebagai akibat ekstraksi SDA, serta timbulnya "natural resources corruption" oleh oknum-oknum tertentu yang dapat merugikan negara melalui modus operandi dari sistem yang kompleks.
Menilik isu tersebut, Asosiasi Penambang Tanah Pertiwi (Aspeti) menggelar Focus Group Discussion (FGD) "Kutukan Sumber Daya Alam" dengan mengambil topik mengeksplor mekanisme dokumen pertambangan pada Kamis, 10 Agustus 2023, di Gedung Joeang 45, Menteng, Jakarta.
Baca juga: Program Hilirisasi Tak Berhenti di Sektor Pertambangan Saja |
FGD ini akan melibatkan para pemangku kepentingan di bidang minerba dengan tujuan agar ada kesepahaman bersama terkait aturan, kebijakan dan regulasi penambangan, sehingga dapat berjalan sesuai dengan koridornya.
"Kami harap dari FGD ini semua pihak yang terlibat dapat memahami tupoksi baik di Kementerian ESDM, pelaku usaha tambang, penegak hukum, maupun masyarakat. Selain itu, adanya jaminan keberlangsungan kegiatan pertambangan berdasarkan amanat konstitusi sesuai pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945," ujar Ketua Panitia Acara Agung Setiabudi, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 9 Agustus 2023.
Ketua Aspeti Andi Moch Adim menjelaskan, FGD ini diselenggarakan agar para pemangku kepentingan dapat mendiskusikan dan memproyeksi industri pertambangan dimasa mendatang.
"Nantinya hasil FGD ini dapat menghasilkan pemikiran, apakah Indonesia sebagai Tanah Surga pada babakan berikutnya akan mengalami involusi atau justru mampu meniadakan kutukan untuk berkah yang dipersiapkan?" kata dia.
Andi Moch Adim menambahkan, Aspeti hadir dengan visi mewujudkan kedaulatan energi dan kemandirian bangsa Indonesia. Serta menciptakan iklim yang kondusif, ramah lingkungan, berkelanjutan, berkeseimbangan, menjunjung tinggi kearifan dan budaya lokal dalam pengembangan dan pengelolaan pertambangan minyak dan gas bumi, mineral dan batu bara, serta panas bumi.
"Kami harap dengan adanya Aspeti ini dapat menjadi barometer sekaligus penyeimbang antara Negara, para pelaku usaha tambang dan masyarakat," tutup Andi.
FGD ini rencananya akan dihadiri Ketua Umum Perhapi Rizal Kasli, Perwakilan IAGI Yosef C.A Swamidharma, Pelaku Usaha Tambang Taruna Adji, Pelaku Usaha Tambang Jeffisa Putra Amrullah, dan Praktisi Hukum Arie Nobelta Kaban.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News