Menurutnya, ancaman tersebut dapat tersalurkan melalui terganggunya rantai pasok pangan dan mendorong kenaikan harga-harga pangan. Hal itu bakal menekan kemampuan daya beli masyarakat.
"Jangan sampai kondisi krisis pangan terjadi di Indonesia, karena dampaknya bisa meluas ke masalah sosial," tuturnya dilansir Media Indonesia, Kamis, 29 Desember 2022.
Komoditas beras, misalnya, beberapa waktu terakhir terus mengalami kenaikan harga di sejumlah wilayah di Indonesia.
Baca juga: Kementan: Ketersediaan Beras Masih Aman |
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), ada dua wilayah yang mengalami kenaikan rata-rata harga beras eceran. Peningkatan harga rata-rata terbesar adalah Sulawesi Barat, yakni 6,6 persen dan Kalimantan Tengah sebesar 5,6 persen.
Selain itu, ada sekitar 11 daerah yang masih defisit beras. Menurut Arsjad, krisis pangan ditandai oleh sejumlah hal. Salah satunya ialah pasokan bahan pangan yang berkurang, atau harga yang makin tak terjangkau.
"Secara fundamental, Indonesia perlu terus meningkatkan ketahanan pangan strategis seperti beras, terutama dari sisi produksi. Alasannya, kenaikan harga komoditas dapat bersumber dari sisi permintaan maupun penawaran, yang berpotensi mempengaruhi daya jangka masyarakat," jelasnya.
Untuk itu, Indonesia dinilai perlu memperhatikan dampak dari disparitas harga beras yang terlampau tinggi.
Seperti diketahui, mahalnya harga komoditas itu sebelumnya juga telah disampaikan oleh Bank Dunia dalam laporan Indonesia Economic Prospect yang dirilis pada Desember 2022. Harga beras di Indonesia dinilai lebih tinggi ketimbang negara tetangga seperti Vietnam, Kamboja, dan Myanmar.
Bank Dunia pun mengingatkan agar lonjakan harga tersebut dikelola dengan baik. Begitu juga dengan kemungkinan adanya hambatan nontarif atau harga di tingkat petani demi stabilisasi harga.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News